Jakarta (ANTARA News) - Tarif telekomunikasi di Indonesia tercatat sebagai yang terendah di kawasan Asia, pasca kebijakan penurunan tarif interkoneksi yang berdampak pada penurunan tarif ritel di tingkat konsumen.

Hal itu diungkapkan Ketua Komite Tetap Bidang Telekomunikasi Kadin Indonesia, Johnny Swandi Sjam, di sela seminar bertajuk "Satu Tahun Penurunan Tarif Telekomunikasi," yang diselanggarakan Kadin Indonesia dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), di Jakarta, Rabu.

Johnny menjelaskan, sebelum penurunan tarif interkoneksi yang dilakukan pada 1 April 2008, tarif telekomunikasi di Indonesia dinilai yang termahal atau berada peringkat kedua setelah China.

Menurut catatan sebelum kebijakan penurnan tarif interkoneksi itu, biaya telekomunikasi di Indonesia mencapai 18 dolar AS per menit, lebih murah dibanding biaya telekomunikasi di China 22 dolar AS per menit, namun masih lebih murah ketimbang Singapura sebesar 12 dolar AS per menit.

"Saat ini tarif telekomunikasi di Indonesia setara dengan tarif telekomunikasi di Hong Kong 1,8 dolar AS per menit, di bawah tarif telekomunikasi India 2 dolar AS per menit, Thailand 5 dolar AS per menit, Malaysia 5,5 dolar AS per menit," kata Johnny.

Ia menjelaskan, penurunan interkoneksi telah mengimbas pada perang tarif antar operator meski diakuinya sering berlangsung tidak sehat.

"Dampak negatif perang harga tersebut adalah pendapatan operator menurun, di satu sisi operator harus mengalokasikan sebagian biaya operasional untuk mebangun kapasitas jaringan," kata Johnny yang juga Direktur Utama PT Indosat ini.

Menurutnya, perang tarif tersebut juga menimbulkan fenomena lain yaitu banyaknya pelanggan yang menggunakan banyak nomor operator tetapi rata-rata pendapatan per pelanggan (ARPU) semakin menurun.

Ia menuturkan secara bisnis "rate of return" dari operator mulai tertekan akibat biaya akuisisi pelanggan meningkat yang mengakibatkan adanya operator tidak mampu memenuhi skala ekonomis.

"Memang ada kenaikan trafik, tetapi tarif kan turun. Jadinya kemampuan meningkatkan kapasitas dan jangkauan jaringan layanan mulai berkurang. Berbeda dengan sebelum kebijakan penurunan tarif interkoneksi diberlakukan di mana tingkat pendapatan masih wajar sehingga operator bisa melakukan ekspansi," katanya.

Fakta lainya diutarakan Johnny bahwa, perang harga di pasar memicu pemborosan blok nomor oleh operator sehingga tingkat pindah layanan semakin tinggi.

Sementara itu Direktur Utama PT Telkom Rinaldi Firmansyah mengatakan, penurunan tarif tersebut menekan pendapatan perusahaan pada tahun 2008.

"Karena penuruna interkoneksi, perseroan kehilangan pendapatan dari jasa interkoneksi hingga Rp1 triliun," ujarnya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009