Jakarta (ANTARA News) - Koalisi besar yang digalang oleh PDIP dan Partai Golkar masih sulit untuk mengalahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada pemilu presiden (Pilpres) 2009 karena suara masyarakat yang diberikan untuk partai politik belum tentu sama saat pilpres.

"Koalisi bukan matematika. Ini asumsi lama yang gagal pada (pemilu presiden) 2004," kata peneliti senior Lembaga Suvei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi pada diskusi "Siapa Yang Bisa Mengalahkan SBY", di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, pertemuan tim kecil Partai Golkar dan PDIP sepakat membentuk koalisi besar untuk memperkuat pemerintahan pada 2009-2014. Partai lain yang akan diajak bergabung adalah Hanura, Gerindra, dan PPP.

Burhanuddin mengatakan, jika perolehan suara parpol tersebut dijumlah memang cukup besar. Namun, katanya, elite partai jangan terjebak bahwa suara yang diperoleh partai tersebut akan sama dengan suara yang akan diberikan kepada capres yang diusung oleh koalisi besar tersebut.

Ia mengingatkan kejadian pada pilpres 2004. Pada saat itu, Megawati Soekarnoputri yang didukung PDIP, Golkar dan partai lainnya kalah oleh Yudhoyono pada putaran kedua pilpres. Padahal jika suara parpol yang mendukung Yudhoyono kalah jauh dengan parpol pendukung Megawati.

Burhanuddin juga mengatakan bahwa saat ini Yudhoyono sulit untuk dikalahkan, kecuali ada momentum yang pas atau Yudhoyono melakukan kesalahan fatal. "Belum ada sosok alternatif yang membuat pilpres lebih menarik," katanya.

Mengenai momentum yang bisa membuat tingkat keterpilihan Yudhoyono menurun, Burhanuddin mengatakan, salah satunya adalah dampak krisis global.

Namun, katanya, saat ini pemerintahan Yudhoyono relatif dapat mengatasinya. "Oleh banyak pihak, Indonesia dianggap lebih baik dibanding negara lainnya," katanya.

Namun ia juga mengingatkan agar lawan Yudhoyono tidak menggunakan kampanye negatif karena hal itu justru kontra produktif. "Masyarakat tidak suka sesuatu yang agresif dan menyerang," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009