Jakarta, 1/5 (ANTARA) - Pemanasan global yang melanda dunia dewasa ini telah menyebabkan perubahan iklim global yang tidak teratur dan berdampak terhadap lingkungan secara menyeluruh. Perubahan lingkungan global tersebut menyentuh sendi kehidupan di wilayah perairan dan akan berdampak negatif terhadap potensi, mutu dan kuantitas sumberdaya kelautan dan perikanan. Akibat pemanasan global atmosfir, suhu air laut meningkat 0,5 derajat Celsius dan menghasilkan pencairan es di kutub. Demikian pula peningkatan permukaan laut sekitar 0,8 -1,5 meter sepanjang Abad ke-20. Akibatnya, Indonesia sebagai negara kepulauan akan kehilangan banyak pulau jika kebijakan pembangunan tidak berpihak pada penyelamatan lingkungan, terutama penyelamatan sumberdaya kelautan dan perikanan.

     Lautan yang luasnya hampir 70 persen luas permukaan bumi sangatlah memainkan peranan penting dalam menentukan iklim dan cuaca. Pengaruh-pengaruh besar dari perubahan iklim terhadap laut dan pesisirnya, termasuk kenaikan permukaan air laut telah mengakibatkan sering terjadi banjir dan memperburuk erosi di pesisir pantai, serta membawa dampak negatif terhadap habitat pesisir, pelabuhan, perkapalan, bangunan di tepi pantai dan juga ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia. Akibat lain dari perubahan iklim akan sangat besar pengaruhnya terhadap jasa komersil yang disediakan oleh laut, termasuk perikanan.

     Laut juga merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam pengatur cuaca global, termasuk siklus karbon dunia. Hampir setengah dari jumlah oksigen yang kita hirup berasal dari hasil fotosintesa yang terjadi di laut. Seperti yang terjadi pada hutan, di laut juga terjadi proses penyimpanan dan pelepasan karbon. Total karbon yang disimpan di laut sekitar 50 kali lebih besar daripada yang ada di atmosfer.

     Nilai pertukaran karbon di laut, yaitu sekitar 90 miliar ton/tahun dilepaskan ke atmosfer dan 92 milyar ton/tahun diserap oleh laut. Selisih nilai ini, yaitu kurang lebih 2-3 miliar ton, adalah jumlah karbon yang terdapat di biomasa laut yang hidup di permukaan. Sedangkan karbon yang tersimpan di dasar laut dan laut dalam mencapai 38,000-40,000 miliar ton. Sebagai perbandingan, vegetasi darat hanya melakukan siklus karbon sebesar 60 miliar ton karbon yang dilepaskan dan 61 miliar ton karbon yang diserap. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki luas laut sebesar 5,8 juta km2, luas potensi terumbu karang sekitar 61.000 km2, padang lamun 30.000 km2 dan hutan mangrove seluas 93.000 km2. Oleh karena itu, laut Indonesia beserta sumberdayanya sangat berpotensi untuk menyerap dan melepaskan karbon (carbon sink and carbon release).

     Dalam buku tersebut, diungkap bahwa total jumlah karbon murni yang diserap setiap tahun adalah sekitar 67 juta ton karbon per tahun atau setara dengan 245.6 juta ton CO2 per tahun. Adapun perinciannya, meliputi terumbu karang jenis tertentu mampu menyerap karbon sekitar 20 juta ton karbon per tahun yang setara dengan 73.5 juta ton CO2 per tahun dan mangrove menyerap 20.6 juta ton karbon setiap tahunnya yang setara dengan 75.4 juta ton CO2 per tahun. Sedangkan karbon yang diserap fitoplankton di laut sekitar 11 juta ton per tahun yang setara dengan 40.4 juta ton CO2 per tahun, dan dari ekosistem padang lamun (seagrass) diperkirakan sekitar 15.3 juta ton atau setara dengan 56.3 juta ton CO2 per tahun.

     Penerbitan buku berjudul "Perubahan Iklim: Implikasinya Terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil" oleh Freddy Numberi sangatlah tepat dan dibutuhkan. Buku ini berupaya memadukan pengalaman hidup, dan selama bekerja memimpin Departemen Kelautan dan Perikanan, serta wawasan, pengetahuan dan kajian yang diperoleh dari berbagai buku dan diskusi yang dipelajari selama ini. Selain itu, buku ini diterbitkan menjelang pelaksanaan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada 11-15 Mei 2009 di Manado. Momentum ini sangat mendukung upaya untuk menggalang komitmen masyarakat dalam memelihara fungsi laut sebagai upaya adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim, baik tingkat nasional, regional bahkan tingkat internasional.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009