Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) menilai pemerintan terlalu berlebihan dalam mengatasi persoalan wabah flu babi di sejumlah negara akhir-akhir ini.

Menurut dokter hewan Mangku Sitepoe di Jakarta, Jumat, flu babi yang berasal dari Mexico saat ini bukan bersumber dari babi namun pemerintah sudah mengambil kebijakan yang menimbulkan ketakutan pada masyarakat.

"Kebijakan pemerintah sangat berlebihan. Jangan sampai masyarakat nantinya memukul rata pada usaha peternakan babi," katanya.

Menurut dia, pada saat merebak virus flu burung masyarakat bersikap pukul rata terhadap ternak unggas dengan tidak mengkonsumsi produk tersebut yang akhirnya seluruh usaha peternakan unggas di tanah air merosot.

Saat ini, tambahnya,penanganan yang dilakukan pemerintah dalam menangani flu babi disamakan dengan penanggulangan flu burung padahal keduanya sangat berbeda.

Hal senada dikatakan mantan Dirjen Peternakan Sofjan Sudardjat yang menyebutkan pada saat merebak Flu Burung masyarakat langsung tidak mengkonsumsi daging unggas.

Menurut dia, flu burung maupun flu babi bukan termasuk food boundaries desease (penyakit yang ditularkan melalui makanan).

"Oleh karena itu tidak perlu takut mengkonsumsi daging babi bagi yang mengkonsumsi," katanya.

Terkait pelarangan impor babi serta produk turunannya oleh pemerintah, PDHI mendukung hal itu, namun demikian larangan tersebut tidak harus diberlakukan untuk semua negara.

"Harusnya impor dari negara-negera terkena saja seperti AS, Kanada dan Mexico bukan seluruh negara," katanya.

Selain itu, PDHI juga mendukung upaya penerapan "biosecurity" dan sanitasi yang dilaksanakan pemerintah bagi usaha peternakan babi.

Menyinggung istilah flu babi, PDHI menyatakan, sebenarnya hal itu tidak tepat, karena virus tersebut bukan bersumber pada hewan babi namun dari manusia.

"Seharusnya menggunakan istilah flu Meksiko saja, bukan flu babi karena virus ini berasal dari Mexico," kata mantan dirjen Peternakan Soehadji.

Menurut dia, ketidakjelasan penanganan flu babi yang dilakukan pemerintah saat ini karena tidak adanya payung hukum yang tepat.

Saat ini, tambahnya, pemerintah masih mendasarkan pada UU No 6 tahun 1967 semestinya ada undang-undang khusus mengenai veteriner yang bisa digunakan untuk mengatur jika ada kasus penyakit pada hewan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009