Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Rabu waktu setempat berbicara melalui telefon dengan Presiden China Hu Jintao dan menyatakan "kecemasan" mereka atas masalah-masalah keamanan termasuk program nuklir Korea Utara (Korut) dan situasi yang memburuk di Pakistan, kata Gedung Putih.

Seperti dilaporkan AFP, percakapan telepon itu adalah pertama kali dalam kontak langsung yang diumumkan antara para pemimpin ekonomi terbesar dunia dan negara paling banyak penduduknya di dunia sejak kedua pemimpin itu bertemu di London, 1 April untuk menghadiri KTT ekonomi, dan pertama sejak munculnya ketegangan angkatan laut China-AS.

Gedung Putih mengatakan kedua pemimpin itu "membicarakan masalah-masalah keamanan," tetapi menolak menjelaskan lebih jauh apakah Obama dan Hu membicarakan konflik Jumat di lepas pantai perairan China antara kapal-kapal nelayan China dan sebuah kapal observasi angkatan laut AS-- terbaru dalam serangkaian pertikaian di laut lepas tahun ini.

"Presiden Obama menyampaikan kepada Presiden itu kekuatirannya atas tindakan Korut baru-baru ini dan ancaman-ancaman terhadap Pakistan oleh kelompok-kelompok garis keras dan teroris," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan menyangkut pembicaraan tersebut.

Pernyataan itu menambahkan kedua pemimpin itu "sepakat untuk tetap melakukan kontak erat menyangkut masalah-masalah penting ini."

Di London Obama menerima undangan untuk mengunjungi China dalam pertengahan tahun ini.

Percakapan itu dilakukan pada saat Washington mengirimkan utusan khususnya menyangkut Korut, Stephen Bosworth ke Beijing dan kemudian ke Seul, Tokyo dan Moskow dalam usaha menyelamatkan perundingan enam negara yang macet menyangkut perlucutan nuklir Pyongyang dan mengajak rejim komunis itu kembali ke meja perundingan.

AS terlibat perundingan dengan kedua Korea, China, Jepang dan Rusia yang bertujuan menghentikan program nuklir Korut dengan imbalan bantuan energi sesuai dengan satu perjanjian enam negara yang ditandatangani tahun 2007.

Perundingan itu macet akhir tahun lalu akibat pertikaian dengan Pyongyang menyangkut bagaimana cara untuk memverifikasi perlucutan nuklir , sebelum konflik menjadi semakin buruk dengan Korut meluncurkan sebuah roket jarak jauh 5 April.

Pyongyang mengatakan pihaknya menempatkan satu satelit untuk tujuan damai di orbit tetapi AS, Korsel dan Jepang mengatakan itu sesungguhnya adalah ujicoba rudal yang disamarkan.

Negara komunis itu bereaksi marah pada PBB yang mengecam peluncuran itu , mengumumkan pihaknya menghentikan perundingan perlucutan nuklir dan memulai kembali kegiatan di fasilitas-fasilitas nuklir Yongbyon yang memproduksi plutonium untuk bahan senjata atom.

China yang, menjadi tuan rumah perundingan itu , adalah sekutu politik dan ekonomi paling dekat Korut.

Percakapan Obama dan Hu itu terjadi para hari yang sama pertemuan antara Obama, Presiden Pakistan Asif Ali Zardari dan Presiden Afghanistan Hamid Karzai di Washington di mana para pemimpin itu membentuk satu front melawan kelompok ekstremis.

Obama menempatkan Pakistan sebagai pusat perjuangan melawan teroris dan Al Qaidah, tetapi kerjasama dengan China, yang memiliki hubungan dekat dengan Pakistan dan daerah-daerah pinggiran Afghanistan dianggap sebagai penting bagi rencana baru AS untuk menumpas ekstremisme di kawasan itu.

Richard Holbrooke , utusan khusus AS untuk Afghanistan dan Pakistan, mengunjungi Beijing bulan lalu di mana ia berunding dengan Menlu Yang Jiechi mengenai situasi Pakistan , yang menurut Holbrooke sebagai "satu bahaya bersama" bagi Beijing dan Washington.

Kendatipun berikrar akan bekerjasama menyangkut Pakistan, hubungan antara Beijing dan Washington retak akibat konflik mereka di laut.

Beijing, Rabu mengatakan sebuah kapal angkatan laut AS USNS Victorious, terlibat dalam satu insiden dengan kapak-kapal nelayan China di Laut Kuning telah melanggar undang-undang maritim dan mendesak AS untuk melakukan tindakan agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali.

Insiden itu menyusul dua pertikaian antara kapal-kapal AS dan China di Laut China Selatan Maret lalu, yang memicu tuduhan-tuduhan oleh AS bahwa China menunjukkan tindak tanduk yang "agresif".(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009