Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi menilai langkah PDIP merapat ke kubu Partai Demokrat sebagai langkah realistis.

"Sangat rasional kalau PDIP merapat ke kubu Demokrat," kata Burhanuddin dalam diskusi yang digelar Forum Inteligensia Bebas di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, ada beberapa pertimbangan yang memungkinkan PDIP merapat ke Demokrat. Pertama, elektabilitas Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden lebih tinggi dibanding Megawati Soekarnoputri.

Kedua, PDIP bisa memperoleh insentif menguntungkan, misalnya mendapat jatah sejumlah kursi menteri di kabinet. "Selama empat tahun lebih menjadi oposisi berat bagi PDIP untuk menghidupi partai," katanya.

Ketiga, PDIP dapat membuktikan membuktikan kepada Partai Golkar bahwa mereka bisa berkoalisi dengan siapa saja.

"Dua kali PDIP sakit hati kepada Golkar," katanya. Menurut Burhanuddin, deklarasi Jusuf Kalla-Wiranto jelas melukai PDIP karena mengunci posisi PDIP dan Gerindra.

Pada 2004, PDIP juga sakit hati karena Golkar, yang bersama PDIP membentuk Koalisi Kebangsaan, justru meninggalkan PDIP menjadi oposisi sendirian.

Menurut Burhanuddin, PDIP mungkin mengajukan capres sendiri jika Gerindra mau menurunkan target. Namun, jika Gerindra tetap memaksakan Prabowo sebagai capres, bukan tidak mungkin PDIP benar-benar merapat ke kubu Demokrat.

Dikatakannya, realitas menunjukkan bahwa koalisi di Indonesia sangat praktis dan pragmatis, bukan koalisi yang didasarkan atas kesamaan platform, apalagi ideologi. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang luar biasa jika akhirnya PDIP berkoalisi dengan Demokrat.

Hanya saja, lanjut Burhanuddin, jika PDIP benar-benar bergabung dengan koalisi Demokrat, PKS, PKB, PAN, dan PPP, maka koalisi yang terbangun terlalu besar.

"Akan terjadi `executive heavy`. Parlemen tidak akan bisa menjalankan fungsi kontrol," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009