Kolombo (ANTARA News/AFP) - Pemberontak Macan Tamil hari Minggu menuduh pemerintah Sri Lanka membunuh lebih dari 2.000 warga sipil dalam serangan-serangan artileri selama 24 jam, namun militer membantah tegas tuduhan itu.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dipasang di situs pro-pemberontak Tamilnet bahwa pemerintah melancarkan ofensif yang menghancurkan terhadap sebuah daerah pesisir kecil yang masih dikuasai kelompok gerilya tersebut.

"Lebih dari 2.000 warga sipil yang tidak berdosa tewas dalam 24 jam terakhir," kata Tamilnet mengutip S. Pathmanathan, pemimpin penyelundup senjata Macan Tamil.

Situs berita itu mengatakan, petugas penyelamat telah mengitung lebih dari 1.200 mayat. Banyak dari mereka yang tewas "ditemukan di bunker-bunker dan di dalam tenda terpal," katanya.

Seorang dokter pemerintah yang bekerja di daerah yang masih dikuasai Macan Tamil mengatakan kepada BBC, 370 mayat dan 1.122 korban cedera telah dibawa ke sebuah rumah sakit sementara pada Minggu.

Militer membantah klaim pemberontak itu dan menyebutnya sebagai propaganda, dengan mengatakan bahwa gerilyawan Tamil sendiri yang melancarkan serangan dengan menggunakan mortir "untuk menjatuhkan citra pasukan keamanan di mata masyarakat baik secara nasional maupun internasional".

Klaim-klaim yang simpang-siur pada Minggu itu merupakan ciri dari perang tersebut.

Pasukan keamanan membatasi Macan Tamil di daerah kecil setelah pertempuran hebat hampir tiga tahun yang membuat kelompok pemberontak yang pernah menguasai sepertiga wilayah Sri Lanka itu kehilangan negara de fakto mereka.

Militer memperkirakan, lebih dari 20.000 warga sipil terperangkap di daerah kecil dimana Macan Tamil melakukan perlawanan terhadap serangan pasukan pemerintah. PBB menyatakan, hampir 50.000 warga sipil mungkin terperangkap dalam pertempuran.

Pemerintah mengatakan bahwa pasukannya tidak akan menembaki "zona aman", sementara Macan Tamil tidak memberikan jaminan semacam itu.

Sri Lanka yakin bahwa mereka berada di ambang kemenangan perang atas Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) setelah pertempuran 37 tahun dan menolak seruan-seruan internasional, termasuk negara-negara yang tergabung dalam G8 dan PBB, untuk menghentikan perang.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Gerilyawan Tamil dikepung selama berbulan-bulan di sebuah daerah hutan kecil oleh pasukan yang tampaknya hampir mengakhiri perang separatis mereka.

Macan Tamil mengakui telah kehilangan sejumlah wilayah dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah dan menuduh Kolombo membunuhi warga sipil.

Militer membantah hal itu dan mengatakan, warga sipil yang melarikan diri ditembaki oleh pemberontak yang ingin menahan penduduk desa sebagai tameng manusia.

Sejumlah analis mengatakan bahwa Macan Tamil semakin mendekati kekalahan dan perang akan segera berakhir.

Militer telah mencapai serangkaian kemenangan, termasuk merebut kembali Kilinochchi, yang diklaim LTTE sebagai ibukota mereka, dan mengusir pemberontak tersebut dari Semenanjung Jaffna.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

Lebih dari 70.000 orang tewas dalam konflik separatis panjang di Sri Lanka sejak 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009