Jakarta (ANTARA News) - Dokter spesialis syaraf Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV) Tangerang dr Yusak MT Siahaan mengatakan, tingginya kecacatan pada pasien stroke karena keterlambatan penanganannya.

Dr Yusak, dalam konferensi pers di Tangerang, Kamis, mengungkapkan banyak keluarga yang tidak mengetahui gejala awal stroke, sehingga terlambat penanganannya yang mengakibatkan tingginya kecacatan pada penderita.

Selain ketidak ketahuan dari pasien dan keluarga, juga disebabkan oleh lambatnya penanganan pihak rumah sakit itu sendiri.

"Pasien harus menunggu karena dokternya belum ada atau alatnya (CTs) belum dihidupkan, belum lagi antrean yang panjang yang menyebabkan penderita tidak segera ditangani," katanya.

Dengan kondisi inilah pihak SHLV mengembangkan "Siloam Stroke Unit" meluncurkan "Siloam Stroke Unit" sebagai salah satu pusat keunggulan (centre of excellence) dalam menangani penderita stroke secara terpadu.

Konsep dari "Siloam Stroke Unit" ini dirancang sebagai sarana di mana tenaga medis yang profesional bekerja untuk mendiagnosa, merawat, dan menyediakan rehabilitasi awal untuk penderita stroke.

Di "Siloam stroke unit", penderita stroke akan mendapatkan perawatan intensif dan komprehensif, biasa disebut "seamless care", sejak pasien masuk di unit gawat darurat sampai pemulihan.

Tim medis akan memeriksa mulai dari pemeriksaan fisik, seperti "dysphagia" (fungsi menelan) sampai pemeriksaan penunjang. Setelah lima hari perawatan insentif, pasien akan ditransfer ke ruang pemulihan

"Waktu adalah otak (time is brain) dalam arti ketika seseorang terkena serangan stroke, penanganan yang tepat perlu diberikan dalam waktu tiga jam pertama," katanya.

Dia mengatakan bahwa semakin lama pasien menunda penanganannya maka proses pemulihan akan semakin sulit, tambahnya.

Dr Rosky Fransiska mengatakan bahwa penderita stroke harus benar-benar dimonitor dengan baik hingga benar-benar pulih.

"Orang yang sudah stroke kemungkinan terkena kembali sebesar 50 persen, maka harus dipantau selama tujuh hari hingga satu bulan," jelasnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009