Pamekasan (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Bulan Bintang (PBB) Pamekasan, Madura, Jawa Timur, menilai, Pemilu 2009 merupakan pemilu terburuk di sepanjang sejarah pemilu di Indonesia.

"Kami belum menemukan pelaksanaan pemilu seperti yang terjadi pada Pemilu 2009 ini," kata sekretaris DPC PBB Pamekasan Suli Faris, Minggu.

Selain dalam bidang teknis pelaksaan di lapangan yang terkesan serampangan, yang juga menjadi persoalan ialah adanya aturan yang berubah-ubah, sehingga membingungkan pengurus partai dan masyarakat pemilih.

Salah satu adanya perubahan aturan yang oleh PBB dianggap membingungkan semua pihak ialah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam beberapa hal. Seperti penentuan caleg terpilih dengan sistem suara terbanyak, serta kewajiban parpol mencalonkan caleg perempuan 30 persen.

Menurut Suli Faris, prinsip penentuan caleg dengan suara terbanyak atau kompetisi penuh, memang merupakan cita ideal. Tapi untuk Indonesia, masih belum saatnya, karena mayoritas warga masih membutuhkan pencerahan dan pendidikan politik.

Selain itu, orientasi pilihan warga bukan pada pertimbangan kemampuan seorang caleg, serta visi dan misi calon, tapi lebih kepeda ketokohan seseorang.

"Apalagi di Madura, termasuk di Pamekasan ini. Jangan harap orang memiliki pemikiran bagus dan pintar akan terpilih jika bukan tokoh atau kyai. Atau paling tidak mendapat rekomendasi dari kyai," katau Suli Faris.

Dari sisi pelaksanaan, PBB juga menilai, Pemilu 2009 masih sangat jauh dari harapan semua pihak. Persoalan data pemilih dan kecurangan yang terjadi di lapangan, juga sangat dominan dibanding pemilu sebelumnya.

Bahkan menurut PBB pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2009 ini terkesan sistematis. Hal dibuktinya dengan banyaknya saksi parpol di tempat pemungutan suara (TPS) yang tidak diberi salinan berita acara hasil penghitungan perolehan suara secara lengkap. Padahal sesuai ketentuan yang berlaku, salinan berita acara tersebut wajib diberikan secara lengkap ke masing-masing saksi TPS.

"Kalau pada Pemilu 2009 ini kan tidak seperti itu. Meski ada yang diberi salinan berita acara hasil perolehan suara, tapi hanya hasil perolehan partainya saja. Hasil perolehan partai lain tidak diisi," katanya.

Kondisi semacam itu, lanjut Suli, menyebabkan parpol tidak memilika data pembanding yang legal, sehingga komplin adanya penggelembungan dan pengurangan perolehan suara yang selama ini disampaikan parpol tak bisa diproses hukum.

"Nah, di sinilah kadang KPPS, PPS, PPK dan KPU bisa bermain melakukan penggelembungan suara," terangnya.

Meski demikian, anggota komisi A DPRD Pamekasan ini berharap, pada pelaksanaan pemilu presiden (Pilpres) 8 Juli 2009 nanti, kondisi tersebut bisa diperbaiki. Sehingga pemilu bisa berlangsung dengan fair, jujur, adil dan transparan, serta tidak lagi ditemukan adanya indikasi penyimpangan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009