Jakarta (ANTARA News) - Adanya beberapa indikasi pelanggaran kode etik jurnalistik dalam pemberitaan media tentang Antasari Azhar terungkap dalam diskusi Bedah Kasus Kode Etik Jurnalistik di gedung Dewan Pers, Jakarta.

Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Tribuana Said, Selasa, indikasi pelanggaran tersebut dapat dilihat dari pemberitaan yang kurang berimbang karena hanya menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian saja.

Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang dipakai hanya narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan tetangga Rani, bukan dari narasumber utama.

Menanggapi hal tersebut, Deputy Director News and Sports and TV ONE Nurjaman Mochtar mengatakan polisi sebagai aparat hukum tentu sudah mempunyai bukti-bukti yang kuat sebelum menetapkan Antasari sebagai tersangka.

Pihak Kepolisian menetapkan Ketua KPK Antasari Azhar sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

Pemberitaan mengenai kasus Antasari berputar di seputar cinta segitiga antara Antasari, Nasrudin,dan Rani, spekulasi motif pembunuhan, hingga berbagai spekulasi tentang konspirasi berbagai pihak dalam kasus tersebut.

Pemberitaan media tentang kasus Antasari cukup marak hingga menjadi berita utama di beberapa media, mengalahkan pemberitaan koalisi partai-partai politik.

Berbeda dengan Nurjaman, Manager News Gathering Metro TV Dadi Kusumaatmadja mengatakan televisi membutuhkan hal-hal yang bersifat pertunjukkan.

"Orang-orang ingin tahu Rani itu seperti apa," kata Dadi.

Namun ia juga mengatakan, untuk hal-hal yang lebih pribadi lagi, pihak televisinya pun tidak memberitakan lebih lanjut.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009