Magetan (ANTARA News) - Wajah Pesawat Hercules C-130 buatan pabrik pesawat Amerika Lockheed itu bulat dan gemuk, sehingga paras wajahnya tidak secantik pesawat lain, karena itu tidak banyak orang yang menyayangi tampilannya.

Hercules C-130 sendiri merupakan prototipe pesawat dengan sayap ibarat belahan bambu/kayu yang tipis dan panjang serta dipasang seimbang di atas badannya yang gemuk. Ia juga menggunakan empat mesin Turboprop Allison buatan General Motors.

Badan belakangnya seperti dipangkas tajam dengan bentuk ujung yang runcing dan bagian atas dipasangi sayap vertikal yang besar, apalagi warna coklat susu seakan melengkapi tampilan yang tidak menggairahkan sama sekali.

Tampilan seperti itu pun membuat orang akan sulit mempercayai bahwa pesawat itu dibuat oleh pabrik Lockheed di Burbank, California Selatan, Amerika yang terbang untuk pertama kalinya pada 23 Agustus 1954.

Namun, banyak kalangan, termasuk TNI AU, masih terus mengoperasikan pesawat jenis itu, karena kebutuhan terhadap pesawat angkut yang serba bisa, termasuk Hercules C-130 yang mengukir sejarah dalam penyaluran bantuan kemanusiaan.

Bahkan, jatuhnya pesawat Hercules C-130 bernomor Alpha-1325 di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur pada 20 Mei 2009 pukul 06.29 WIB, membuktikan aspek kemanusiaan dari pesawat jenis itu.

"TNI AU sudah rutin melakukan patroli dan cek udara dengan mengikutsertakan anggota TNI, keluarga warga sipil yang kembali ke tempat tugas, yakni Madiun (Jatim), Malang (Jatim), Kendari (Sultra), Makassar (Sulsel), dan Biak (Papua)," kata Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Suwarno.

Setelah membesuk korban selamat di RSUD dr. Soedono, Madiun (20/5), ia mengatakan rute penerbangan Hercules C-130 itu mulai dari Halim Perdanakusumah (Jakarta), Lanud Iswahyudi (Magetan), bandara Wolter Monginsidi (Kendari), bandara Hasanuddin (Makassar), dan terakhir di Lanud Biak (Papua).

Apa yang terjadi di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, agaknya memaksa mata terbelalak melihat apa yang sebenarnya terjadi di desa berjarak sekitar 261 kilometer dari Kota Surabaya atau sekitar 12 kilometer menjelang sampai ke Kota Magetan.

Sederetan misteri masih tersisa di seputar puing-puing pesawat "gemuk" yang kini terbelah menjadi beberapa bagian akibat benturan keras, suara ledakan, dan juga sengaja dipotong-potong untuk mencari korban tewas yang terjepit di antaranya.

Kenapa "Sang Hercules" itu jatuh menimpa empat rumah di desa itu dengan diawali menabrak pohon, lalu sebagian badan pesawat, termasuk baling-baling pesawat, yang terlihat hangus terbakar?

Apakah betul, "Sang Hercules" sudah terlalu tua untuk dikatakan laik terbang ? Ataukah, "Sang Hercules" terbang terlalu rendah? Kenapa "Burung Besi" itu tidak laik terbang atau terbang terlalu rendah? Ataukah, ada penyebab lain seperti cuaca, kapasitas penumpang, atau lainnya?

Hingga hari ketiga pascamusibah (22/5), tim evakuasi yang merupakan gabungan dari TNI AU, TNI AD, Polri, dan Basarnas, masih menyisir lokasi jatuhnya pesawat.

"Penyisiran dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terdapatnya korban yang masih tersisa. Nantinya, setelah korban benar-benar tidak ditemukan, maka akan dilanjutkan dengan evakuasi bangkai pesawat," kata Kepala Seksi Base Operasional Lanud Iswahyudi Magetan, Mayor Pnb Ali Sudibyo di lokasi kejadian (22/5).

Tim evakuasi gabungan yang berjumlah kurang lebih 1.000 orang itu pun memperburuk tampilan wajah "Sang Hercules" yang tidak cantik itu dengan melakukan pemotongan badan pesawat untuk memudahkan proses evakuasi.

"Proses pemotongan badan pesawat dan evakuasi itu sendiri dilakukan dengan menggunakan gergaji mesin, `beckhoe` (sejenis alat berat), dan traktor untuk menarik serpihan pesawat yang besar itu," katanya.

Tidak ditutupi

Ikhtiar tim evakuasi agaknya tergolong sukses, mengingat jumlah penumpang pesawat yang diduga berisi 112 orang sesuai data manifes dari petugas bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta itu, sudah terevakuasi semuanya dalam dua hari dari hari kejadian (20-21/5).

Jumlah itu dibenarkan Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedra saat melepas keberangkatan 58 jenazah korban tewas di hanggar Skuadron Udara 15 Lanud Iswahyudi, Magetan (21/5).

Bahkan, orang pertama di Lanud Iswahyudi itu merinci ke-112 penumpang itu terdiri atas 41 militer (penumpang), 11 militer (kru pesawat), dan sisanya penumpang sipil yang merupakan kerabat dari anggota militer itu sendiri, tapi 15 dari 112 penumpang pesawat dipastikan selamat.

Namun, prestasi tim evakuasi dalam melakukan evakuasi korban tewas dan selamat hanya dalam dua hari itu masih menyisakan "PR" (pekerjaan rumah) berupa penyelidikan penyebab kecelakaan dan evakuasi bangkai pesawat itu sendiri.

Terkait penyelidikan penyebab jatuhnya "Sang Hercules" itu, Panitia Penyelidik Kecelakaan Pesawat Udara (PPKPU) Mabes TNI AU turun ke lokasi kejadian di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur (21/5).

"Tim investigasi sudah masuk lebih awal, tapi sekarang PPKPU turun ke lapangan untuk menindaklanjuti hasil investigasi awal itu, karena tim PPKPU sendiri baru terbentuk," kata Kepala Dinas Keselamatan Pesawat dan Kerja, Mabes TNI AU, Marsekal Pertama TNI I Wayan Suwitra di sela-sela pelepasan jenazah di hanggar Skuadron Udara 15 Lanud Iswahyudi (21/5).

Persiapan penyelidikan, katanya, sudah dilakukan mulai dari pengamanan lokasi kejadian hingga pembentukan tim/panitia yang dibutuhkan yang meliputi tim manusia, tim material, tim media, tim misi, dan tim manajemen.

Kendati penyelidikan masih dilakukan, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Suwarno SIP MSc saat berada di lokasi kejadian (20/5) mengatakan pesawat Hercules C-130 yang terbang dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta pukul 05.00 WIB itu hendak ke Lanud Iswahjudi.

"Data yang kami himpun, pesawat menabrak pohon bambu sehingga ada beberapa potongan badan yang terlilit dan akhirnya mengakibatkan pesawat terbalik. Pilot sempat mengontak Lanud Iswahyudi dengan mengatakan posisi mereka berada di long aproach yang mengarah pada runway, tapi tiba-tiba Lanud Iswahjudi mendapat kabar pesawat mengalami kecelakaan pada sekitar pukul 06.30 WIB," katanya.

Pendapat itu dibenarkan Danlanud Iswahyudi, Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedra, yang sempat melapor kepada Pangdam V/Brawijaya.

"Tower Lanud Iswahjudi sempat melakukan kontak pertama dengan pilot Hercules Mayor (Pnb) Danu Setyawan pada pukul 06.19 WIB. Saat itu, pilot memberitahukan bahwa pesawat berada di ketinggian 12.000 kaki (dan akan menurun ke ketinggian 7.000 kaki)," katanya.

Menurut dia, kontak itu berjalan lancar sampai pukul 06.27 WIB. "Saat itu, Hercules berada di ketinggian 1.000 kaki, namun dua menit berselang, saat tower menghubungi lagi, ternyata tidak ada jawaban. Kontak diupayakan hingga pukul 06.30 WIB, namun tetap tak terjawab," katanya.

Tiba-tiba dilaporkan bahwa pesawat jatuh dalam posisi sekitar delapan kilometer dari Lanud Iswahjudi dengan mengakibatkan tiga rumah rusak, yaitu rumah Rusmin, Lasimin, dan Samsudin.

"Tapi, penyebab kecelakaan pesawat Hercules itu hingga kini masih dalam penyelidikan PPKPU yang bekerja sama dengan pihak terkait di Magetan. Tim itu dibentuk sendiri oleh Mabes TNI AU, karena hasilnya akan dilaporkan ke Kepala Staf TNI AU, sedangkan kami di Magetan hanya membantu," katanya.

Ia menegaskan bahwa TNI AU tidak akan menutupi musibah itu, karena keluarga korban justru menunggu informasi itu. "Kami serius, buat apa ditutupi, tapi saya memang tidak berhak, melainkan Mabes TNI Au yang akan membeberkan," katanya.

Agaknya, janji Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedra untuk publikasi penyebab jatuhnya Pesawat Hercules C-130 yang bulat, berbadan gemuk, dan tidak berparas cantik itu perlu direalisasikan, apalagi masyarakat sudah mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir telah terjadi 11 kecelakaan pesawat dan heli milik TNI. (*)

Oleh Oleh Edy M Ya`kub
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009