Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa ketidaktepatan yang terlalu besar dalam penetapan perkiraan lifting atau produksi minyak dalam asumsi RAPBN 2010 akan membuat APBN 2010 kehilangan sumber pendapatan.

"Sasaran lifting jika tidak tercapai maka APBN akan bolong, tanpa ada kompensasi," kata Menteri Keuangan di Gedung DPR Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, jika sasaran lifting tidak tercapai maka akan langsung berdampak kepada penerimaan negara dan implikasi lebih lanjut akan meningkatkan deflasi yang sudah ditetapkan dalam RAPBN 2010 sebesar 1,3 persen dari PDB.

Menurut dia, perkiraan lifting yang akurat dan realistis sangat penting sehingga dirinya meminta BP Migas dan Departemen ESDM untuk menetapkan angka yang terbaik.

"Perkiraan lifting yang akurat penting supaya tidak menimbulkan unpredictable, pemerintah baru jangan diwarisi dengan hal-hal yang tidak dapat diprediksi," kata Menkeu.

Mengenai realisasi lifting minyak ini, Menkeu mengatakan, pihaknya sudah meminta konfirmasi kepada BP Migas dan Departemen ESDM bahwa hingga akhir tahun, target sebesar 0,960 juta barel per hari selama 2009 dapat tercapai.

"Disebutkan bahwa angka itu masih bisa dicapai sampai akhir tahun, meskipun realisasi selama triwulan I 2009 masih di bawah target karena Cepu belum dapat memproduksi sehingga masih terdapat kekurangan sebesar 20.000 barel," katanya.

Dalam kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal 2010, pemerintah mengajukan defisit RAPBN 2010 sebesar 1,3 persen dari PDB atau Rp77,1 triliun di mana pendapatan negara dan hibah sebesar Rp871,9 triliun dan belanja negara sebesar Rp949,1 triliun.

Sementara itu mengenai harga minyak, Menkeu mengatakan, pokok kebijakan fiskal 2010 yang mengajukan asumsi harga minyak sebesar 45 hingga 60 dolar AS per barel perlu diubah menyusul perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini.

"Itu basisnya realisasi harga dari Januari hingga hari ini, tetapi trend dalam 1 bulan terakhir diperkirakan akan bertahan di 60 dolar AS sehingga perlu diubah, dan di Komisi VI DPR sudah diubah menjadi 50 hingga 70 dolar AS per barel," katanya.

Ia menyebutkan, harga minyak memang merupakan variabel yang sulit diprediksi bahkan pada 2007-2008 sifat perubahan harga minyak sudah bulanan padahal APBN menuntut penetapan untuk 12 bulan.

"Karena itu kita harus memberikan policy terbaik baik dari sisi prediksi harganya sendiri maupun deviasi terhadap struktur APBN," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009