Mereka meminta pertanggungjawaban pemerintah Malaysia atas serentetan kasus dalam sepekan terakhir berkenaan dengan kematian Kartini serta tujuh orang tenaga kerja Indonesia korban reruntuhan supermarket Jaya, dan beberapa kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pemenuhan hak bagi para buruh.
Mereka juga memprotes pelanggaran batas yang dilakukan Tentara Laut Diraja Malaysia) di perairan Ambalat, Kalimantan Timur.
Kelompok pengunjuk rasa yang hampir semuanya wanita itu membawa spanduk bertuliskan "TKI Disikat, Ambalat Diembat" sambil meneriakkan "Hidup Buruh Migran" di sela-sela orasi yang dibacakan salah satu pengunjuk rasa.
Mereka juga membawa sebuah rangkaian bunga dengan tulisan "Turut berdukacita atas Kartini dan tujuh TKI korban reruntuhan banguna di Malaysia" diiringi nyanyian bersama lagu Gugur Bunga.
Aksi yang dimulai pada sekitar pukul 10.00 dan berlangsung selama sekitar satu jam tersebut juga didukung oleh kehadiran Rieke Diah Pitaloka, aktivis perempuan dan anggota legislatif terpilih untuk periode 2009-2014 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat juga menyampaikan agar pemerintah Indonesia melayangkan nota protes terhadap upaya Malaysia di daerah perairan Ambalat.
Aksi ini juga didukung oleh perkumpulan korban PHK dari PT Shin-Etsu Malaysia, komunitas Ciliwung, Ikatan Pekerja Migran kebumen dan Lembaga Independen Pemulihan Bangsa.
Selain aksi di depan Kedubes Malaysia, unjuk rasa juga diagendakan terjadi di Bundaran Hotel Indonesia (HI) di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Aksi di tempat yang kerap menjadi ajang aksi demonstrasi di wilayah ibukota itu direncanakan berlangsung pada sekitar pukul 15.00 WIB.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Di sebalik kisah pembantu rumah yang didera oleh majikannya, ada cerita-cerita kemanusiaan, kasih sayang dan simpati yang ditunjukkan oleh majikan dan rakyat Malaysia yang patut direnung juga oleh semua, termasuk mereka yang terlalu emosional terhadap kes Ceriyati.
Sebuah akhbar berbahasa Inggeris, The Jakarta Post menyiarkan gambar lelaki India yang menyelamatkan Ceriyati saling berpelukan ketika mereka dipertemukan di kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Namun gambar yang menyentuh perasaan dan boleh meredakan kemarahan masyarakat itu tidak pula disiarkan oleh akhbar- akhbar utama lain di sini.
Kita mungkin masih ingat beberapa tahun dulu, seorang peniaga rakyat Malaysia mati ditikam kerana mengejar peragut yang merompak seorang pembantu rumah Indonesia di Kuala Lumpur. Selain itu, kisah pekerja asing merogol kanak-kanak perempuan dan membunuhnya di sebuah kebun kelapa sawit di Sungai Petani, menyayat hati rakyat Malaysia.
Bagaimanapun rakyat Malaysia tidak menjadikan tunjuk perasaan sebagai budaya, sebaliknya menyerahkan kepada undang-undang dan mahkamah untuk menghukum para pesalah. Media memainkan peranan penting untuk mempengaruh masyarakat untuk hidup dalam suasana harmoni. Namun media juga boleh mencetuskan kemarahan apabila laporan sesuatu isu disensasikan dan dilaporkan secara tidak seimbang, kenyataan yang emosional dan fakta yang tidak tepat dan betul