Rio de Janeiro (ANTARA News/AFP) - Brazil, Selasa waktu setempat, mengkonfirmasi bahwa jejak puing yang mengambang di jalur sepanjang lima kilometer di Samudra Atlantik adalah tempat jatuhnya pesawat Air France yang membawa 228 orang yang hilang secara misterius.

Menteri Pertahanan Brazil Nelson Jobim mengatakan kepada wartawan tidak ada keraguan lagi bahwa semua benda tersebut --termasuk kursi, kabel, komponen pesawat dan bocoran bahan bakar jet-- milik pesawat Airbus A330 Air France yang terbang menuju Paris dari Rio de Janeiro dan hilang hari Senin itu.

Bukti tersebut memupus harapan untuk menemukan penyintas (korban selamat) dan mengonfirmasi kecelakaan penerbangan sipil terburuk sejak 2001 ketika satu jet American Airlines jatuh di New York dan menewaskan seluruh 260 orang penumpangnya.

Jobim mengatakan kapal Angkatan Laut Brazil mulai tiba di wilayah ditemukannya pecahan pesawat hampir 1.000 kilometer di lepas pantai Brazil timur-laut untuk memulai mengumpulkan benda yang mengambang.

Tiga kapal dagang, dua kapal berbendera Belanda dan satu Prancis, sudah berada di tempat kejadian, sedangkan pada saat yang sama pencarian mayat akan dilanjutkan, kata Nelson.

Jika ada mayat yang ditemukan, mayat tersebut akan dibawa dengan kapal ke bandar udara terdekat di semenanjung Fernando de Noronha, sekitar 460 kilometer dari tempat itu, dan akan diterbangkan dengan pesawat Angkatan Udara.

Separuh dari isi pesawat yang penuh penumpang itu adalah warganegara Prancis atau Brazil dan lainnya berasal dari 30 negara, kebanyakan Eropa.

Dari 216 penumpang itu 126 diantaranya pria, 82 perempuan, tujuh anak kecil dan satu bayi. Awak pesawat terdiri atas 11 warganegara Prancis dan satu orang Brazil.

Kapten pesawat, yang berkewarnegaraan Prancis dan namanya belum disebutkan, berusia 58 tahun dan menjadi pilot Air France sejak 1988 dengan pengalaman luas, kata maskapai penerbangan itu.

Pesawat tersebut hilang, Senin, empat jam setelah lepas landas, saat berada di luar jangkauan radar di Atlantik, antara Amerika Selatan dan Afrika, di daerah yang dikenal karena badai tropisnya.

Komunikasi terakhir dari pesawat itu adalah isyarat data otomatis yang memperingatkan gangguan tekanan udara dan elektrik di pesawat, namun pilot tak mengirim tanda bahaya.

Air France menyatakan pesawat yang berusia empat tahun tersebut telah disambar petir --bahaya yang sangat umum yang dapat menjatuhkan pesawat modern, tapi ditambah dengan gangguan lain seperti guncangan berat yang juga membahayakan.

Teori lain yang diajukan oleh para ahli meliputi kesalahan pilot, gangguan mesin atau bahkan kemungkinan aksi teror.

"Tak ada dugaan yang didukung saat ini. Satu-satunya kepastian kami adalah tak ada seruan tanda bahaya yang dikirim oleh pesawat itu, tapi pernyataan siaga otomatis rutin yang dikirim selama tiga menit menunjukkan semua sistem terganggu," kata Perdana Menteri Prancis Francois Fillon, Selasa.

Sementara Kepala Pelaksana Air France Pierre-Henry Gourgeon, Senin, mengatakan rangkaian pesan data itu adalah situasi yang benar-benar tak pernah terjadi sebelumnya dan mungkin pesawat tersebut jatuh di lautan tak lama setelah itu.

Mengingat kondisi yang membingungkan mengenai apa yang menyebabkan pesawat tersebut jatuh, penemuan kotak hitam menjadi hal yang paling penting saat ini.

Satu kapal Prancis sedang dalam perjalanan, dengan membawa dua kapal selam kecil yang mampu beroperasi sampai kedalaman 6.000 meter, yang juga menjadi batas kotak hitam pesawat dapat bertahan dan kedalaman rata-rata daerah tempat kecelakaan di Samudra Atlantik.

Tetapi setiap temuan akan sangat rumit, bukan hanya karena dalamnya samudra, tapi juga akibat badai dan arus kuat di daerah itu.

"Untuk menemukan pesawat itu, anda akan memerlukan kapal yang dilengkapi dengan sonar khusus, dan barangkali juga kapal selam penyelamat. Itu adalah kegiatan yang sangat besar," kata Letnan Kolonel Ronaldo Jenkins, Koordinator Keselamatan bagi Perhimpunan Perusahaan Penerbangan Brazil. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009