Yogyakarta (ANTARA News) - Layanan "online" rumah sakit swasta di berbagai kota besar termasuk di Yogyakarta disalahgunakan untuk "memaksa" pasien agar memanfaatkan layanan seluruh bagian di rumah sakit itu.

"Pasien tak punya pilihan lain, misalnya untuk membeli obat harus di apotek atau di bagian farmasi rumah sakit setempat, dan tidak mungkin membeli di apotek lain karena rumah sakit itu menerapkan sistem layanan `online`," kata Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Nanang Ismuhartoyo di Yogyakarta, Rabu.

Ia mengatakan sistem "online" yang kini mulai diterapkan di sejumlah rumah sakit swasta terutama di kota besar, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien atau warga yang berobat.

"Dengan sistem itu semua layanan memang menjadi cepat, seperti resep dokter tidak lagi ditulis pada lembar kertas resep, tetapi cukup ditulis di komputer di ruang periksa dokter yang langsung tersambung secara `online` dengan bagian farmasi atau apotek rumah sakit setempat," katanya.

Pasien kemudian tinggal menunjukkan kuitansi tanda pembayaran biaya periksa dokter kepada petugas di bagian farmasi/apotek, dan petugas ini tinggal membuka di layar komputer, maka terpampang resep obat yang harus dibeli pasien tersebut.

"Ini artinya pasien tak punya pilihan, dan harus membeli obat di apotek rumah sakit setempat karena resep obat sudah tersambung secara `online`. Pasien tak mungkin membeli obat di tempat lain, karena resep dari dokter tidak berupa lembaran kertas," katanya.

Padahal, menurut Nanang, semestinya pasien memiliki pilihan lain selain apotek rumah sakit setempat, misalnya karena pertimbangan ingin cepat memperoleh obat setelah mengetahui di apotek rumah sakit itu antrenya panjang, atau mungkin ingin harga obat yang lebih murah di apotek lain.

Ia menilai layanan rumah sakit dengan sistem `online` seperti itu telah disalahgunakan pihak rumah sakit untuk memperoleh keuntungan finansial dengan cara "memaksa" pasien agar memanfaatkan seluruh layanan yang ada.

"Seluruh jasa layanan harus dibayar pasien, dan ini memang yang diinginkan pihak pengelola rumah sakit," katanya.

Nanang mengatakan semestinya rumah sakit tidak menerapkan sistem layanan seperti itu, karena ini sama saja dengan pemaksaan terselubung, dan melanggar hak asasi pasien.

"Rumah sakit kini fungsinya memang sudah bergeser, yakni cenderung komersial dan orientasinya lebih besar ke bisnis ketimbang memberikan pelayanan sosial," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009