Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertahanan menolak keinginan Badan Pengawasan Keuangan (BPK) yang mengharuskan pemerintah menginventarisasi dan memisahkan aset yang efektif dan rongsokan dalam kelompok alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang digunakan TNI.

"Harus dibedakan audit alutsista sebagai alat teknis dan audit alutsista dari segi pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan. Itu adalah dua hal yang berbeda sama sekali," kata Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Jakarta, Rabu.

Berbicara usai menerima Panglima Angkatan Tentara Malaysia (ATM) Jenderal Abdul Azis Zaenal, Menhan mengatakan audit keuangan dan audit administrasi keuangan Dephan/TNI tidak bisa sekadar dilihat dari harga alat utama sistem senjata yang digunakan.

"Segi audit keuangan dan administrasi keuangan Departemen Pertahanan, ditinjau dari harga alutsista. Tapi kita harus bedakan harga waktu beli dan harga sekarang nominal ketika dibeli 10-15 tahun lalu tentu lain dengan nilai sekarang," kata Menhan.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen mengatakan setiap tiga bulan sekali masing-masing satuan melakukan pengecekan terhadap persenjataan dan perlengkapan, dan personel yang dipaparkan dalam bentuk Tabel Organisasi Personel dan Peralatan (TOPP).

"TOPP dari masing-masing satuan tersebut kini sesuai sistem audit yang baru telah mencantumkan kondisi perlengkapan dan persenjataan mulai dari saat diadakan hingga kini. Misalnya, tahun beli 1995, kondisi saat rusak ringan, hingga nilai susutnya sekian. Itu sudah tercantum," tuturnya.

Ia menambahkan, dari satuan dilaporkan berjenjang, misalnya dari skadron udara ke pangkalan udara, ke komando operasi I dan II, ke Mabes TNI AU, Mabes TNI, lalu ke Departemen Pertahanan.

"Begitu selalu setiap tiga bulan, rutin. Jadi, apa lagi. Jika BPK, ingin mengaudit teknis alat utama sistem senjata, itu bukan kewenangannya," kata Sagom.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009