Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan permasalahan pengelolaan hutang luar negeri untuk sektor kesehatan, sehingga justru membebani negara.

"Banyak sektor layanan kesehatan yang dibiayai dengan hutang luar negeri tapi macet," kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar di Jakarta, Rabu.

Temuan itu diungkapkan setelah pimpinan KPK bertemu dengan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari beserta sejumlah pejabat Departemen Kesehatan untuk membahas pencegahan tindak pidana korupsi.

Haryono menegaskan, permasalahan dominan adalah kemacetan hutang karena hutang belum atau tidak bisa dikucurkan oleh pemberi hutang, namun pemerintah sudah harus menanggung sejumlah biaya.

Biaya yang dimaksud antara lain adalah biaya komitmen, biaya kontrak, biaya pendampingan, dan lainnya.

"Saat ini kita sedang menghitung beban yang ditanggung negara akibat biaya-biaya itu," kata Haryono.

Haryono mencontohkan, negara telah terbebani untuk membayar berbagai jenis biaya akibat komitmen hutang pembangunan rumah sakit Mohammad Hussein di Sumatera Selatan.

Pembangunan rumah sakit itu sudah selesai, namun hutang luar negeri sebesar 30 juta Euro macet karena pengelola rumah sakit tidak bisa menyelesaikan prosedur pengadaan alat kesehatan.

Meski hutang belum cair, kata Haryono, pemerintah harus menanggung berbagai biaya, antara lain biaya komitmen hutang.

Haryono menyebut, negara harus membayar biaya komitmen sebesar 11 ribu dolar AS pada 2007 dan 10 ribu dolar AS pada 2008.

"Jumlah yang kurang lebih sama juga terjadi di 2009," kata Haryono.

Selain itu, KPK juga menemukan permasalahan pengelolaan utang sebesar 31 juta dolar AS sehingga membebani negara dengan berbagai biaya. Hutang itu untuk kepeluan "Helath Work Services" di Indonesia.

Kemudian, negara juga terbebani dengan berbagai biaya akibat komitmen hutang sebesar 30 juta dolar AS.

Korea sebagai pemberi hutang tidak mencairkan hutang tersebut dengan berbagai alasan. Namun demikian, negara tetap terbebani dengan biaya komitmen, biaya pendampingan dan lainnya.

"Anehnya, meski hutang tidak cair, tiba-tiba muncul dua hutang baru lagi," kata Haryono.

Dua hutang baru yang dimaksud muncul pada Maret 2009 untuk wilayah Manado sebesar 28,9 dolar AS dan Medan sebesar 30 juta dolar AS.

Haryono berharap Departemen Kesehatan bisa menertibkan pengelolaan hutang luar negeri, sehingga bisa meminimalisir kerugian negara.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengakui keberadaan hutang luar negeri tersebut.

"Itu sebenarnya adalah terusan dari kementrian yang lama," kata Siti.

Dia mengaku pengelolaan hutang cukup rumit, sehingga menimbulkan beban bagi negara dalam bentuk biaya komitmen, biaya pendampingan dan lainnya.

Siti menegaskan, Departemen Kesehatan siap bekerjasama dengan KPK untuk menertibkan pengelolaan hutang luar negeri di sektor kesehatan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009