Yogyakarta (ANTARA News) - Seorang sosiolog menilai survei kecenderungan pemilih calon presiden-wakil presiden tendensius karena jauh dari etika untuk membangun kesadaran kritis masyarakat.

"Maraknya lembaga-lembaga pembuat survei terhadap pasangan capres-cawapres diduga tendensius dan memiliki kepentingan pada masing-masing calon," kata sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, dilihat dari perspektif ekonomi politik, tidak ada institusi yang menyelenggarakan survei dengan netral karena semuanya membawa kepentingan semua capres.

Oleh karena itu, masyarakat harus menyikapinya dengan kritis terutama soal penggunaan metodologi oleh lembaga survei untuk melakukan poling terhadap pasangan capres-cawapres dalam Pemilu Presiden 2009.

Ia mengatakan meskipun selama ini hasil survei banyak dibaca kalangan masyarakat kelas menengah, hal ini juga bisa menjadi sebuah alat untuk memobilisasi massa.

"Oleh karena itu, masyarakat agar lebih kritis membaca hasil survei dari lembaga survei. Hasil survei rata-rata dibuat oleh lembaga swasta, bukan lembaga publik, sehingga masyarakat harus hati-hati membacanya," katanya.

Menurut dia, masyarakat yang tidak memiliki daya tawar terhadap hasil sebuah polling harus melakukan polling tandingan untuk menilai atau menyikapi hasil polling yang tendensius tersebut.

"Untuk menyikapi hasil survei yang tendensius itu, perlu survei tandingan. Ini bisa berasal dari kalangan perguruan tinggi atau LSM (lembaga swadaya mansyarakat) yang independen dan tidak punya afiliasi dengan kelompok tertentu," katanya.

Dia mendesak penyelenggara pemilu, khususnya panitia pengawas pemilu (Panwaslu), bersikap tegas menindak lembaga survei yang telah melanggar ketentuan pemilu.

"Hasil survei pun bisa dinilai melanggar aturan. Oleh karena itu, aturan perlu diperluas, sehingga panwaslu bisa bersikap tegas," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009