Jakarta (ANTARA News) - Calon Presiden M Jusuf Kalla mengatakan ia hanya mengungkapkan soal situasi dan fakta selama proses perdamaian di Aceh.

"Kita hanya berbicara sesuai situasi dan fakta soal perdamaian Aceh bukan soal etis dan tidak etis," kata Kalla usai bertemu MUI di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, Bara Hasibuan, menilai Kalla telah melanggar etika bernegara karena mengungkapkan perannya dalam proses perdamaian di Aceh.

Pada kampanye dialogis di Banda Aceh, Sabtu (13/6), walaupun tak menyebut nama, Kalla menggambarkan penolakkan presiden untuk menandatangani setiap masalah yang dirundingkan dalam perjanjian damai Helsinki.

Kalla juga mengatakan, Yudhoyono hanya manggut-manggut setiap dilaporkan perkembangan proses perdamaian Aceh tanpa pernah memberikan pengarahan.

Sebelumnya, klaim Kalla diamini pakar filsafat politik Universitas Indonesia Rocky Gerung, tidak ada etika yang dilanggar oleh M Jusuf Kalla dengan membeberkan fakta perannya dalam perdamaian di Aceh.

"Yang sekarang berbicara Jusuf Kalla bukan sebagai wapres tapi capres. SBY sebagai capres. Jadi harus proporsional menempatkannya. Jadi debat sekarang ini adalah debat antar capres," kata Rocky Gerung.

Menurut Rocky Gerung masalah tersebut mencoba melihatnya secara kontekstual dan menganggap pernyataan JK bukan dalam kapasitasnya sebagai Wapres.

Menurut Pendiri Setara Institute ini, antara SBY dengan JK saat ini sebagai dua aktor politik dalam posisi sama capres, bukan lagi presiden dan wapres

"Kalau Bara ingin memberi konteks pemerintahan, sekarang tidak ada pemerintahan. Sekarang pemerintahannya demisioner. Sekarang tidak ada yang memerintah. Mudah-mudahan Saudara Bara bisa memahami kenyataan politik dan tidak mencampuradukkan posisi keduanya di pemerintahan dengan posisi sebagai capres," kata Rocky.

Lebih lanjut Rocky menjelaskan Yang dipersoalkan keduanya mengenai perdamaian RI dan GAM adalah sesuatu yang menjadi fakta internasional.

Hal itu terangkum dalam dokumen dan catatan publik mengenai peran SBY dan JK. Saat itu, jelasnya, JK memang terlihat lebih aktif menjalankan proses perdamaian di Aceh.

"Walaupun JK merendah diutus oleh negara mewakili pemerintahan Indonesia. Namun itu bahasa diplomasi dalam sistem presidensial. Jadi, kalau misalnya Presiden SBY bicara soal bisnis keluarga, tentu juga tidak etis. Karena pasti JK tersinggung. Kalau JK mengklaim sukses di Aceh, karena itu juga merupakan bagian kesuksesannya," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009