Jakarta (ANTARA News) - Mantan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Mohammad Iqbal divonis empat tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam kasus dugaan suap sebesar Rp500 juta.

"Menyatakan terdakwa Mohammad Iqbal terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Edward Pattinasarani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa malam.

Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Putusan itu lebih ringan daripada tuntutan tim Penuntut Umum yang menuntut pidana delapan tahun penjara.

Iqbal ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada 16 September 2008, setelah bertemu dengan mantan Eksekutif Grup Lippo, Billy Sindoro. Saat penangkapan, Iqbal membawa tas warna hitam berisi uang senilai Rp500 juta.

Terkait penangkapan itu, Iqbal pernah menyebutkan bahwa dirinya hendak menyerahkan tas berisi uang itu ke sekretariat KPPU dan KPK.

Hakim Made Hendra menolak alasan tersebut. Made Hendra menyatakan, seharusnya Iqbal langsung menyerahkan tas itu ketika ditangkap oleh petugas KPK.

Made Hendra juga menyatakan, seharusnya Iqbal tidak perlu membawa tas yang diberikan oleh Billy itu jika memang Iqbal tidak berniat menerimanya.

"Maka unsur menerima hadiah sudah terpenuhi, yaitu menerima uang sebesar Rp500 juta dari Billy Sindoro," kata hakim Made Hendra.

Majelis hakim menyatakan, pemberian itu terkait dengan peran Iqbal sebagai anggota KPPU yang sedang menangani sengketa hak siar pertandingan sepak bola Liga Utama Inggris.

Sengketa hak siar itu telah menyeret PT Direct Vision, perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Lippo.

Menurut majelis hakim, fakta persidangan menyebutkan Billy Sindoro sebagai eksekutif Grup Lippo telah beberapa kali meminta Iqbal untuk membuat keputusan yang menguntungkan PT Direct Vision agar tetap bisa menyiarkan Liga Utama Inggris di Indonesia.

Hakim Made Hendra menyatakan, Billy dan Iqbal telah mengadakan sejumlah pertemuan. Selain itu, keduanya juga berkomunikasi melalui telepon dan pesan singkat. Komunikasi keduanya terkait penanganan perkara hak siar Liga Inggris.

Dalam pertemuan dan komunikasi tersebut, kata Made Hendra, Billy meminta Iqbal untuk mengatur materi putusan KPPU.

"Terdakwa Iqbal berusaha memenuhi keinginan Billy Sindoro," kata Hakim Made Hendra.

Atas perbuatannya, Iqbal dijerat pasal 12 huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus tersebut, Billy Sindoro juga telah dinyatakan bersalah karena menyuap Iqbal sebagai seorang penyelenggara negara.

Hakim Sofialdi menyatakan pendapat berbeda. Sofialdi menyatakan seharusnya Iqbal dijerat dengan pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sofialdi berlasan, Iqbal harus dijerat dengan pasal yang digunakan untuk menjerat Billy Sindoro sebagai pemberi suap.

Menurut Sofialdi, tidak ada kelalaian dalam diri Iqbal untuk mengabaikan kewajibannya sebagai anggota KPPU.

"Tidak ada kelalaian terdakwa dalam melaksanakan tugas," kata Sofialdi.

Selain itu, Sofialdi tidak menemukan kejelasan maksud Billy untuk mempengaruhi putusan KPPU. Sofialdi juga menjelaskan, putusan KPPU adalah putusan lembaga yang terlepas dari pengaruh pihak manapun.

Mohammad Iqbal menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim. "Saya akan menggunakan hak saya untuk meraih kebenaran yang telah saya sampaikan selama ini," kata Iqbal.

Iqbal menilai proses persidangan telah mengabaikan rasa keadilan. Iqbal bersikeras tidak pernah berniat menerima suap dari siapapun.

"Apabila mata, hati, dan telinga sudah tertutup, maka kejujuran akan dikesampingkan," kata Iqbal menambahkan.

Iqbal menyatakan, pendapat berbeda dari salah satu majelis hakim merupakan celah baginya untuk mengajukan banding.

Sidang pembacaan putusan itu dihadiri oleh kerabat Iqbal. Mereka memberikan dukungan kepada Iqbal sekaligus menyatakan kekecewaan atas putusan majelis hakim dengan mengumandangkan takbir berkali-kali.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009