Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari International Center for Applied Finance and Economics (Intercafe) Iman Sugema berpendapat, salah satu kriteria ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendatang haruslah orang yang berani dan tegas, karena badan itu juga berfungsi sebagai lembaga supremasi hukum.

"BPK juga sebagai instansi yang menangani kasus besar, jadi kalau ketuanya tidak berani maka akan menjadi kelemahan BPK," katanya di Jakarta, Kamis.

Selain itu, figur Ketua BPK yang baru juga harus mempunyai kapasitas untuk menentukan kebijakan audit, sehingga dapat memberikan perubahan yang signifikan terhadap fungsi BPK itu sendiri.

Hal itulah yang membuat Iman lebih menyarankan agar kandidat ketua dan anggota BPK setidaknya memiliki integritas dan tata kelola pemerintahan yang tinggi, pernah memiliki pengalaman dalam memimpin instansi pemerintah setidaknya setingkat kementerian, serta sudah "makan asam garam" di bidang audit keuangan.

"Ketua BPK itu hanya sebagai alat dan yang paling penting ketua BPK harus mampu membaca dan melakukan audit terhadap ribuan triliun duit negara yang tersebar di berbagai instansi pemerintah," tegasnya.

Poin penting yang harus diperhatikan pada figur Ketua BPK, harus berani mengambil resiko dan juga memberikan perubahan yang signifikan terhadap BPK.

Sebanyak 51 orang telah mendaftarkan diri ke Komisi XI DPR RI untuk menjadi calon anggota BPK. Namun, sejumlah pihak meminta Komisi XI DPR melakukan pendaftaran ulang calon anggota BPK karena dari 51 orang yang mendaftar, ada yang integritasnya dipertanyakan karena tersangkut kasus suap.

Permintaan tersebut antara lain datang dari Adnan Topan Husodo dari Indonesian Corruption Watch (ICW) yang mengatakan, jika dibandingkan dengan pejabat publik lain yang jumlahnya bisa mencapai ratusan, calon anggota BPK yang hanya berjumlah 51 orang itu termasuk sangat sedikit.

"Masalahnya, Komisi XI DPR itu absolut kewenangannya, punya hak penuh seleksi. Mereka yang mendesain Undang-Undang BPK, mereka yang menentukan siapa yang menjadi anggota BPK, bahkan mereka juga terlibat sebagai calon anggota BPK. Anggota DPR yang mencalonkan sebagai anggota BPK itu adalah mereka yang tidak terpilih lagi sebagai anggota DPR. Ini membuktikan, mereka hanya pencari kerja. Mereka tak punya jabatan lagi," katanya beberapa waktu lalu.

Sedangkan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Marwan Batubara menilai seleksi anggota BPK tertutup dan terburu-buru menunjukkan adanya keinginan untuk bagi-bagi kekuasaan sesama partai dibanding ingin menjalankan prinsip "good governance" (tata kelola yang baik).

"Kelihatannya lebih menjurus bagi-bagi kekuasaan dan mengabaikan pemilihan anggota BPK yang berkualitas dan amanah," katanya.

Sebelumnya, Ketua Badan Pengurus SETARA, Hendardi berpendapat, calon anggota BPK seharusnya mengikuti uji kompetensi dan tidak hanya sekedar "fit and proper test" atau uji kelayakan dan kepatutan di depan Komisi XI DPR, apalagi ada calon anggota BPK yang saat ini masih menjadi anggota DPR.

Menurut Hendardi, BPK harus dikembalikan fungsinya sebagai lembaga tinggi yang berperan mengaudit keuangan Pemerintah sehingga harus terbebas dari campur tangan politik.

"Dengan uji kompetensi maka bisa mengurangi campur tangan politik dalam proses seleksinya, tetapi uji itu pun harus dilakukan secara `fair` (adil) dan bukan akal-akalan," katanya.

Selain faktor kompetensi, kata Hendardi, juga perlu kajian tentang rekam jejak calon anggota apakah pernah tersangkut kasus korupsi atau suap, serta juga riwayat pekerjaannya. "Rekam jejak ini penting karena menyangkut komitmen untuk melakukan pengawasan secara tegas, independen dan tanpa kompromi," katanya.

Beberapa pelamar anggota BPK itu seperti anggota DPR Endin AJ Soefihara sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pemilihan deputi Gubernur Bank Indonesia oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk mantan anggota DPR, Udju Djuhaeri, yang saat ini masih sebagai anggota BPK.

Sementara itu, Panitia Ad Hoc (PAH) IV DPD mulai Rabu (17/6) hingga Kamis (25/6) menyeleksi calon anggota BPK di Ruang GBHN Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

Pertimbangan DPD yang akan diajukan kepada DPR RI berdasarkan penilaian masing-masing calon setelah setiap calon menyampaikan visi dan misi, diikuti tanya jawab. DPD akan menetapkan tujuh

calon yang sangat direkomendasikan (highly recommended) sesuai dengan empat kriteria yang ditetapkan DPD, yaitu pendidikan, pengalaman, integritas, dan kepemimpinan.

Sidang Paripurna DPD tanggal 18 Mei 2009 memandatkan kepada PAH IV DPD untuk menyusun pertimbangan DPD berdasarkan Pasal 23F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Pasal 23F UUD 1945 menyatakan, DPD memberikan pertimbangan atas calon anggota BPK kepada DPR yang disampaikan tertulis sebelum pemilihan anggota BPK. Pertimbangan tersebut disertai data yang lengkap dan terperinci ditambah masukan masyarakat agar komprehensif. Sedangkan UU 15/2006 menegaskan, DPD menyampaikan pertimbangan paling lambat dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya surat permintaan pertimbangan.

Sebelumnya, DPR RI telah mengirim surat tanggal 15 Mei 2009 perihal rencana pemilihan calon anggota BPK disusul surat tanggal 4 Juni 2009 perihal permintaan pertimbangan DPD terhadap pemilihan calon anggota BPK.

Rencananya, Komisi XI DPR akan melakukan "fit and proper test" terhadap ke-51 calon anggota BPK pada Agustus 2009 mendatang.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009