Washington (ANTARA News/AFP) - Presiden Barack Obama, Selasa, menegakkan satu pendirian lebih keras menyangkut Iran dengan mengekspresikan kemarahannya atas tindakan keras pemerintah Iran dan menyusul tayangan video menyayat hari seorang perempuan yang meninggal selama protes jalanan.

Berbicara dalam satu jumpa pers di Gedung Putih, untuk pertamakalinya Obama menyampaikan pendapat bahwa strateginya untuk menawari negosiasi kepada musuh utama AS, Iran, akan tergantung kepada bagaimana akhir dari krisis Iran.

"Amerika Serikat dan masyarakat internasional jijik dan marah atas ancaman, pemukulan dan pemenjaraan yang terjadi di hari-hari terakhir ini," kata Obama memperkeras retorikanya terhadap Iran.

"Saya sangat mengutuk aksi yang tidak adil dan saya bersama rakyat Amerika berduka untuk semua dan setiap korban yang tidak berdosa yang meninggal."

Obama berkuasa sejak Januari lalu sambil menawarkan dialog dengan musuh-musuh AS termasuk Iran yang sebelumnya sangat dijauhi pemerintahan Bush.

"Kami tetap menunggu untuk melihat bagaimana krisis itu diakhiri," kata Obama merujuk situasi di Iran.

"Pendirian saya semenjak masuk ke kantor ini (Gedung Putih) adalah bahwa AS memiliki kepentingan keamanan nasional inti dalam meyakinkan bahwa Iran tidak memiliki senjata nuklir dan menghentikan ekspor terorismenya ke luar perbatasannya.

"Kami mencermati dalam beberapa hari terakhir, di pekan-pekan lalu, untuk tidak memberikan dukungan, dengan alasan bahwa rezim Iranlah yang boleh memilih jalannya."

Obama menegaskan dia tidak mencampuri urusan dalam negeri Iran seperti dituduhkan pemerintah Iran, namun menyatakan dia harus memberi kesaksikan bagi keberanian dan martabat rakyat Iran.

Secara khusus dia menyebut tayangan video kematian Neda Agha-Soltan yang adalah penonton unjuk rasa yang ditembak mati di jalanan dan gambarnya menyebar ke seluruh dunia, sebagai simbol demonstrasi pasca pemilu.

"Tayangan itu menyayat hati dan saya yakin bahwa semua orang yang menyaksikannya tahu bahwa ada ketidakadilan yang fundamental dibalik itu. Saya kira, manakala seorang gadis tertembak di jalanan tatkala dia hendak keluar dari kendaraannya, adalah masalah (teramat besar)."

Beberapa tokoh Republik, termasuk lawan Obama dalam Pemilu 2008 John McCain, menuduh Presiden AS ini dingin dan terlalu lamban menyikapi demonstrasi yang meledak menyusul terpilihnya kembali President Mahmoud Ahmadinejad yang ditentang Mir Hossein Mousavi.

Obama membalas kritik kelompok Republik ini dengan berkata, "Hanya sayalah Presiden Amerika Serikat. Apapun yang dilakukan pemerintah selalu dilihat maju mundur oleh Republik. Itu bukan apa yang relevan bagi rakyat Iran."

McCain kemudian mengatakan, dalam wawancara dengan CNN, bahwa dia sepakat bahwa hanya ada satu presiden di AS namun mempertahankan haknya untuk berbicara.

"Kebanyakan dari kita yang bertahun-tahun berpengalaman menangani masalah-masalah seperti Iran tidak hanya berhak untuk berbicara, namun kita juga memiliki tanggungjawab untuk berbicara demi orang lain yang sedang tertindas."

Baru saja hari ini, satu komisi kunci pada DPR AS setuju menjadikan Iran sebagai target larangan impor minyak dan sektor energi domestiknya dengan melarang Bank Ekspor Impor AS membantu perusahaan-perusahaan yang mengekspor bahan bakar ke Iran atau membantu produksi minyak Iran.

Departemen Luar Negeri juga menyatakan bahwa Menteri Luar Negeri Hillary Clinton berbicara tentang Iran via telepon dengan mitranya dari Prancis, Inggris, dan Jerman, namun enggan mengungkapkan isi pembicaraan itu.

Obama terlihat berhati-hati bersikap di Iran dengan menyeimbangkan empatinya kepada para demonstran Iran, searaya tidak terlihat ingin merenggangkan hubungan dengan musuh Washington yang dituduh menguasai senjata nuklir itu.

"Komentar-komentar saya telah keliru diterjemahkan di Iran dengan menyatakan bahwa saya membiarkan para perusuh melanjutkan aksinya dan terus membuat kegaduhan. Ada laporan bahwa CIA berada dibalik itu semua.

Semua itu keliru, tapi itu membuat anda berada pada posisi yang justru disukai pemerintah Iran untuk dimainkan (sebagai alasan untuk menyebut ada intervensi asing di Iran)," demikian Obama. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009