Jakarta (ANTARA News) - Yuddy Chrisnandi, jurubicara Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto mengatakan, kubunya mempertimbangkan kemungkinan penundaan Pilpres apabila tidak ada pertanggungjawaban memadai atas beredarnya alat peraga sosialiasi Pilpres yang mengarah ke Capres tertentu.

"Jika tidak ada pertanggungjawaban yang memadai terkait alat peraga sosialisasi Pilpres ini, kami Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto mempertimbangkan agar pelaksanaan Pemilu ditunda," kata Yuddy Chrisnandi di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, Rabu.

Tim Kampanye Nasional JK-Wiranto menemukan alat peraga sosialisasi yang mengarah ke Capres tertentu. Alat peraga tersebut disebarkan di KPPS 24 Malaka Jaya, Perumnas Klender, Jakarta Timur.

Dalam photo copy sosialisasi Pilpres tersebut disebarkan pada Selasa malam (1/7) dan menunjukkan suara sah adalah yang dicentang pada pasangan Capres nomor urut dua.

Menurut Yuddy, temuan itu menunjukkan bahwa KPU telah bertindak tidak netral.

"Ini kemungkinannya hanya dua yakni pertama, ada desain dari KPU atau kedua, adanya intervensi dari Capres nomor urut dua," kata Yuddy.

Menurut Yuddy, jika KPU mau netral maka bisa saja alat peraga sosialisasi Pilpres dibuat dalam tiga gambar yang masing-masing menunjukkan contoh centang untuk masing-masing pasangan Capres.

"Atau disebutkan saja suara sah adalah jika mencentang di dalam kotak pada pasangan Capres mana pun. Tapi ini kan seragam, suara sah jika yang dicentang Capres nomor dua. Ini sudah intimidasi kepada masyarakat dan KPU telah mencederai proses demokrasi," kata Yuddy.

Karena itu, Yuddy meminta KPU dan Bawaslu untuk segera menyelidiki hal tersebut dan menemukan siapa yang bertanggungjawab.

"KPU sebagai wasit mestinya bertindak netral dengan tidak menggiring masyarakat untuk diarahkan ke Capres tertentu," kata Yuddy.

Menurut Yuddy, selain ditemukan di Jakarta, alat peraga serupa juga ditemukan di Bandung, Lampung, serta daerah lainnya. Selain pada alat peraga sosialisasi, hal yang sama juga tertera pada spanduk-spanduk yang disebarkan oleh KPU.

"Kalau penyebarannya sudah sangat signifikan ini jelas intimidasi kepada masyarakat untuk memilih Capres nomor dua," kata Yuddy.

Yuddy menjelaskan memang sebelumnya Bawaslu telah memerintahkan penarikan, namun ternyata Selasa (1/7) masih ditemukan penyebarannya kepada masyarakat.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009