Port Harcourt, Nigeria (ANTARA News/Reuters) - Seorang pemimpin pemberontak Nigeria yang mendalangi serangan-serangan terhadap instalasi minyak mengatakan, Rabu, ia meragukan kesungguhan tawaran amnesti pemerintah dan orang-orangnya belum siap menerimanya.

Presiden Umaru Yar`Adua pekan lalu menawarkan amnesti 60 hari kepada orang-orang bersenjata di Delta Niger yang bertanggung jawab atas pemboman pipa minyak, serangan pada instalasi gas dan minyak, serta penculikan pekerja industri dalam tiga tahun terakhir.

Tawaran itu telah memecah-belah para pemimpin berbagai kelompok bersenjata, yang beberapa diantaranya menyatakan bahwa mereka ingin mengambil bagian dalam penyusunan rincian perjanjian itu, namun kelompok utama -- Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) -- menolaknya.

"Saya dan pejuang-pejuang saya siap mengambil bagian dalam program amnesti itu jika pemerintah bersungguh-sungguh," kata pemimpin militan Ebikabowei Victor Ben, yang bermarkas di negara bagian Bayelsa di Delta Niger dan dikenal kalangan setempat sebagai Boyloaf, kepada Reuters dalam wawancara telefon.

"Bila pemerintah bersungguh-sungguh, pejuang sejati akan keluar dan menyerahkan senjata mereka. Namun untuk saat ini, kami belum melihat keseriusan itu," katanya, tanpa memberikan penjelasan terinci lebih lanjut mengenai apa lagi yang harus dilakukan oleh pemerintah Nigeria.

Kerusuhan telah membuat negara eskportir minyak terbesar kedelapan dunia itu gagal menghasilkan lebih dari duapertiga dari kapasitas 3 juta barel per hari, sehingga Nigeria kehilangan penghasilan milyaran dolar dan membuat harga minyak dunia lebih tinggi.

Serangan-serangan dalam 10 hari terakhir saja telah memangkas hingga separuh produksi minyak perusahaan Royal Dutch Shell di Nigeria.

Program amnesti itu, yang ditawarkan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi milian dan penjahat di Delta Niger. Pemerintah berharap 20.000 orang bersenjata mengambil peluang tersebut.

MEND telah menolak tawaran amnesti itu dan tetap melanjutkan perang gerilya mereka.

MEND, kelompok militan utama di Nigeria selatan yang kaya minyak, melancarkan serangan-serangan tetap terhadap instalasi minyak sebagai bagian dari upaya mereka untuk memperoleh bagian lebih besar dalam kekayaan minyak bagi penduduk setempat di kawasan Delta Niger.

Produksi minyak Nigeria per hari saat ini masih bertahan pada 1,8 juta barel, menurut laporan Juni yang dikeluarkan Badan Energi Internasional, jauh lebih rendah dibanding dengan produksi per hari pada 2006 yang mencapai 2,6 juta barel.

Kelompok MEND mengakhiri gencatan senjata pada 31 Januari setelah serangan militer terhadap salah satu kamp mereka di Delta Niger, dan memperingatkan mengenai serangan besar-besaran terhadap industri minyak.

MEND mengumumkan gencatan senjata pada September namun berulang kali mengancam akan memulai lagi serangan jika "diprovokasi" oleh militer Nigeria.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun lalu, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009