Jakarta (ANTARA News) - Media massa turut mendistorsi (mengaburkan) informasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 dengan memasangkan iklan berisi kampanye negatif dan keberhasilan pasangan capres-cawapres, kata seorang pengamat media massa.

"Media massa melakukan distorsi informasi pilpres karena ada pengelola atau wartawannya yang menjadi aktivis politik, pejabat politik atau profesional politik," kata Guru Besar Universitas Indonesia Ibnu Hamad, pada Pertemuan Pimpinan Redaksi di Jakarta, Kamis.

Menurut Ibnu, distorsi informasi adalah ketidaksesuaian antara informasi yang tersebar dan informasi yang seharusnya disediakan.

"Distorsi informasi terjadi karena adanya campur tangan pihak tertentu untuk menyembunyikan fakta-fakta tertentu," katanya.

Bukan hanya tim sukses yang melakukan distorsi informasi, tetapi juga pihak-pihak yang mestinya netral, termasuk media massa tertentu, tambahnya.

Sebagian pengelola media massa telah menjadi pendukung salah satu pasangan sehingga media massa ikut mengaburkan informasi mengenai Pilpres.

"Pengelola atau wartawan yang menjadi aktivis politik untuk salah satu pasangan sedikit banyak akan selalu membagus-baguskan pasangan tersebut karena wartawannya dibayar secara profesional," tuturnya.

Menurut Ibnu, begitu pengelola media sudah tergoda oleh politik, baik kepentingan ekonomi (iklan), ideologis (pejabat politik), maupun pragmatis (professional politik), yang terjadi adalah berita dibuat seolah-olah konstruksi realitas. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009