Jakarta (ANTARA News) - Makamah Konstitusi (MK) diharapkan bisa memerintahkan KPU untuk segera mengambil kebijakan untuk memberikan solusi bila terjadi pelanggaran-pelanggaran pemilu terkait penggunaan KTP bagi pemilih yang belum terdaftar dalam DPT.

"Pemilih yang belum terdaftar bisa menggunakan KTP sesuai keputusan MK akan tetapi memang ada pembatasan. Pembatasan itu diprediksi akan menimbulkan pelanggaran-pelanggaran," kata Prof Dr Ramlan Surbakti, dari LSM Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia, di pers room KPU di Jakarta, Selasa.

Selain Ramlan, juga hadir Bambang Wijayanto, Ahsanul Minan dan Hasyim Hasyar dari pengurus LSM tersebut.

Menurut Ramlan, harapan yang disampaikan ke MK itu merupakan bagian dari enam rekomendasi LSM Kemitraan bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, untuk melindungi suara rakyat.

Ia menjelaskan, rekomendasi itu disampaikan terkait amar putusan MK bernomor 102/PUU-VII /2009.

"Putusan MK itu memperluas arti ketentuan pasal 28 dan pasal 111 UU No 42 tahun 2008, yakni warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT tetap dapat menggunakan hak memilihnya dengan syarat dan cara menunjukkan KTPnya," katanya.

KTP itu dinyatakan masih berlaku atau bisa juga menggunakan paspor yang maih berlaku, bagi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri.

Warga negara Indonesia yang menggunakan KTP, juga harus dilengkapi dengan kartu keluarga (KK) atau nama sejenisnya.

"Penggunaan KTP yang masih berlaku itu pun hanya bisa digunakan di TPS yang berada di RT/RW atau sesuai dengan tempat tertera di KTPnya, dan sebelum menggunakan KTP itu warga negara terkait harus mendaftarkan diri pada KPPS setempat.

Warga negara yang mengunakan KTP atau paspor itu bisa melakukan pencentangan pada satu jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS atau di TPS luar negeri setempat.

Keputusan MK lainnya, katanya lagi, dimungkinkan memunculkan sejumlah masalah potensial atau pelanggaran-pelanggaran karena warga tidak bisa memilih akibat KTP atau paspornya sudah tidak berlaku.

"Karena tidak bisa memilih kemungkinan warga akan memaksakan diri untuk tetap dapat menggunakan hak pilihnya, termasuk juga potensi kekurangan surat suara di TPS. Potensi penggandaan KTP hingga KTP palsu," katanya.

Atas kemungkinan terjadinya persoalan tersebut, LSM kemitraan meminta MK untuk memerintahkan KPU merevisi peraturan KPU tentang kriteria warga negara Indonesia yang berhak menggunakan hak pilih.

Selain itu KPU harus menyosialisasikan secara berulang-ulang tentang kriteria warga yang dapat menggunakan hak pilih dengan KTP melalui media elektronik dan media cetak.

MK juga direkomendasikan untuk memerintahkan KPU harus memberikan petunjuk teknis yang jelas kepada KPPS tentang kriteria warga yang dapat menggunakan hak pilih dengan KTP itu.

Selain itu KPU juga diperintahkan untuk menginstruksikan PPS dan PPK untuk mengantisipasi kekurangan surat suara di TPS di wilayah kerjanya.

"KPU Pusat menugaskan KPU dibawahnya termasuk KPU kabupaten dan kota harus secara pro aktif memastikan ketersedian surat suara dengan melakukan koordinasi terhadap PPK dan PPS," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009