Kolombo (ANTARA News/AFP) - Sejumlah dokter Sri Lanka yang ditangkap atas tuduhan menyebarkan propaganda pemberontak sebelum kekalahan Macan Tamil mengatakan kepada wartawan di Kolombo, Rabu, mereka ditekan agar menaikkan jumlah kematian.

Tim dokter berjumlah lima orang yang bekerja di dalam wilayah yang dikuasai Macan Tamil selama tahap-tahap akhir perang ditahan sejak Mei lalu, namun mereka dipertemukan dengan wartawan untuk pertama kalinya pada Rabu.

Pemerintah Sri Lanka menuduh mereka menyebarkan propaganda bagi Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE), kelompok pemberontak yang kini telah dikalahkan, namun PBB dan Palang Merah Internasional sangat percaya pada mereka untuk mengkoordinasi upaya pertolongan.

"LTTE memaksa kami memberikan angka-angka (kepada media)," kata Dokter Thurairaja Varatharajah di Pusat Media Auditorium Keamanan Nasional pemerintah. "Angka korban dibesar-besarkan karena tekanan LTTE."

Ia menyatakan, para dokter itu terpaksa patuh karena mereka berada di di sebuah daerah yabg dikuasai Macan Tamil. "Kami harus melakukan apa yang diperintahkan LTTE," katanya.

"Kini, kami bebas dari tekanan. Kami bisa mengatakan kebenaran," kata Varatharajah ketika ditanya apakah mereka kini berada di bawah pengaruh pihak bewenang mengenai jumlah kematian itu.

Varatharajah mengatakan bahwa antara 350 dan 400 warga sipil tewas dalam pertempuran pada bulan terakhir perang, dan orang dengan jumlah yang sama tewas antara Januari dan April.

PBB melaporkan bahwa lebih dari 7.000 warga sipil mungkin tewas dalam pertempuran selama tahun ini, sementara Kolombo bersikeras bahwa tidak satu pun warga sipil terbunuh oleh pasukan pemerintah.

Kelima dokter itu ditangkap ketika mereka menyeberang ke wilayah yang dikuasai pemerintah pada Mei sebelum kepemimpinan LTTE dinyatakan dibasmi.

Dokter-dokter itu kini berada dalam penahanan polisi dan pihak berwenang berjanji mengadili mereka meski belum ada tuntutan resmi yang diajukan pada mereka.

Pemerintah melarang wartawan dan pengamat internasional memasuki zona perang, dimana Komite Palang Merah Internasional melaporkan terjadi "bencana kemanusiaan yang tidak bisa dibayangkan".

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik enik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Tamil juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Sebelum dikalahkan total, gerilyawan Tamil dikepung selama berbulan-bulan di sebuah daerah hutan kecil oleh pasukan yang hampir mengakhiri perang separatis mereka.

Macan Tamil mengakui telah kehilangan sejumlah wilayah dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah dan menuduh Kolombo membunuhi warga sipil.

Militer membantah hal itu dan mengatakan, warga sipil yang melarikan diri ditembaki oleh pemberontak yang ingin menahan penduduk desa sebagai tameng manusia.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

Lebih dari 70.000 orang tewas dalam konflik separatis panjang di Sri Lanka sejak 1972. Sebagian besar dana yang diperoleh LTTE bagi perang itu datang dari orang-orang Tamil di luar negeri.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009