Jakarta (ANTARA News) - Komisi VIII DPR RI akan menunggu penjelasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkunjung ke Arab Saudi, tentang penggunaan vaksin meningitis yang diduga mengandung enzim babi.

"Kita menunggu penjelasan MUI soal vaksin ini. Kalau sudah jelas apakah mengandung enzim babi atau tidak, baru diambil langkah selanjutnya," kata Ketua Komisi VIII DPR Hasrul Azwar, di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, penjelasan MUI ditunggu karena lembaga tersebutlah yang berkompetensi mengeluarkan fatwa.

Hasrul mengatakan, apabila vaksin meningitis benar mengandung enzim babi, perlu kemudian dipikirkan apakah bisa dicari vaksin alternatif.

"Bisa saja pemerintah Arab Saudi tidak mengetahui kalau vaksin itu mengandung enzim babi. Karena itu kunjungan tim MUI ke sana amat penting," katanya.

Ia mengatakan, apabila sudah ada penjelasan dari MUI diharapkan masyarakat bisa lega.

"Kalau jelas halal atau haramnya, kita akan lega. Karena itu kita tunggu penjelasan MUI, setelah pulang dari Arab Saudi," katanya.

MUI pada pekan ini mengirimkan tim ke Arab Saudi untuk meminta pertimbangan dari ulama di negeri itu, mengenai kewajiban penggunaan vaksin meningitis yang diketahui mengandung enzim babi.

Ketua MUI KH Ma`ruf Amin mengatakan, sekembalinya dari Arab Saudi pada pertengahan Juli, pihaknya akan menentukan fatwa penggunaan vaksin meningitis yang sesuai dengan syariat Islam maupun kewajiban penggunaannya di Arab Saudi.

Tim MUI yang akan bertolak ke Arab Saudi itu antara lain Ketua MUI KH Amidhan, ketua Komisi Fatwa MUI Anwar Ibrahim, Wakil Sekretaris MUI Anwar Abbas, dan Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muhammad Nadratuzzaman Hosen.

Sekretaris MUI Ichwan Syam mengatakan, masalah vaksin itu penting dibahas dengan tokoh-tokoh Islam di Arab Saudi, karena terkait dengan jamaah haji yang selama ini diwajibkan mendapat vaksin itu, sebelum berangkat ke Tanah Suci Mekkah.

Kasus vaksin meningitis berenzim babi awalnya ditemukan dari hasil penelitian Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika MUI Sumsel yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang.

Hasil penelitian tersebut kemudian diekspose Ketua MUI Sumsel KH Sodikun, 24 April. Komisi Fatwa MUI Pusat kemudian mengeluarkan fatwa haram terhadap vaksin meningitis karena dalam proses pembuatannya memanfaatkan bahan haram, enzim babi. (*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009