L`Aquila (ANTARA News) - Negara-negara terkaya di dunia menyatakan bersedia melakukan perundingan dengan para pemimpin Afrika Jumat, pada perundingan perpanjangan KTT G-8, mengenai dampak krisis ekonomi di benua termiskin tersebut.

Perundingan-perundingan pada hari terakhir dari KTT tiga hari itu didominasi oleh perubahan iklim dan tantangan-tantangan ekonomi. Tapi kini berubah mengenai bagaimana negara-negara kaya bertekad merespon dan membantu kelaparan dan kemiskinan dunia.

Ribuan demonstran anti globalisasi juga akan kembali memprotes negara-negara industri maju dengan berpawai di sekitar tempat KTT, di kota pegunungan L`Aquila, Italia.

Aksi-aksi protes mulai merebak di tempat penampungan Paganica di pinggir A`Aquila pada pukul 01:00 waktu setempat.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama diperkirakan akan mengumumkan prakarsa internasional senilai 15 miliar dolar untuk membantu pasokan pangan global, kata ketua Lembaga Internasional untuk Pembangunan Pertanian (IFAD) seperti dikutip AFP.

Sementara itu Obama dan pemimpin-pemimpin lainnya berencana untuk mogok bicara dalam jamuan santap malam yang dilakukan Presiden Italia, Giorgio Napolitano, dengan menu summer truffles with aubergines, green beans and roast Potatoes, cheese and a sweet pizza dessert.`

Perundingan-perundingan akan memandang Moamer Kadhafi, pemimpin Libya, mendapatkan `rehabilitasi internasional` sepenuhnya. Kadhafi berada di forum ini sebagai ketua baru Uni Afrika, sedangkan presiden Aljazair, Angola, Nigeria dan Senegal juga akan ikut ambil bagian dalam perundingan.

Perdana Menteri Ethiopia Meles Zenawi juga akan bergabung dalam perundingan dalam peranannya sebagai ketua Badan Pembangunan Afrika, NEPAD.

"Kami berharap Presiden Obama akan mengumumkan hal ini (Jumat) dan menyerukan negara-negara G-8 lainnya untuk bergabung mendukung prakarsa ini," kata Ketua IFAD Kanayo Nwanze.

Dia mengatakan, bahwa AS akan menyumbang 3,5 miliar dolar untuk keseluruhan prakarsa, yang akan dipenuhi selama tiga tahun.

Sebelumnya Obama mengatakan, negara-negara ekonomi terbesar dunia telah mencapai `konsensus bersejarah` mengenai pengurangan polusi, dan mengatakan bahwa para pemimpin negara-negara kaya juga sepakat untuk mencegah praktik proteksionisme. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009