Sydney (ANTARA News/Reuters) - China mengguncang pasar komoditas dan pasar uang global setelah menahan seorang pejabat eksekutif pertambangan Australia dan tiga bawahannya karena tuduhan memata-matai.

Penahanan empat karyawan perusahaan tambang global Rio Tinto ini, termasuk seorang tenaga pemasar utamanya di China, membangkitkan kekhawatiran internasional mengenai iklim bisnis dan perdagangan bijih besi di China.

Hubungan dagang antara kedua pihak sudah menegang menyusul gagalnya proposal investasi China senilai 19,5 miliar dolar AS dalam Rio Tinto, yang jika disetujui akan menjadi kontrak dagang luar negeri terbesar yang disepakati Beijing.

Menteri Luar Negeri Australia, Jumat, mengatakan bahwa Canberra
masih berharap perdagangan bebas dengan China, mitra dagang terbesarnya dengan total transaksi dagang kedua belah pihak 53 miliar dolar AS, namun dia mengkhawatirkan ketegangan diantara kedua negara terus berlanjut.

China membeli sekitar 15 persen ekspor Australia dan mensuplai sekitar 16 persen kebutuhan impor Australia sehingga opsi diplomatik Canberra terhadap raksasa ekonomi itu menjadi terbatas.

Tidak heran sang PM yang fasih berbahasa Mandarin, Kevin Rudd, menyeru warganya untuk tidak gegabah berkomentar.

Canberra menginginkan harga terbaik untuk sumber daya ekspornya, namun negeri ini juga berharap kedua negara mematuhi kesepakatan perdagangan bebas.

Pada 2005, kesepakatan dagang bebas ini menyumbangkan 18 miliar dolar AS kepada produk domestik bruto Australia sampai 10 tahun ke depan sampai 2015, kendati menurut perhitungan yang sama kesepakatan dagang bebas itu lebih menguntungkan China 64 miliar dolar AS.

Para pedang bijih besi melihat kasus penahanan ini berkaitan dengan negosiasi industri baja China dengan pemasoknya dari Australia, yaitu Rio Tinto dan BHP Billiton. Australia menjual 14 miliar dolar AS bijih besinya ke China tahun lalu.

Pabrik-pabrik baja China tak memiliki cukup pilihan selain membeli bijih besi dari Australia karena biaya pengirimannya lebih murah namun kualitasnya lebih baik dibanding bijih besi China sendiri, namun produsen baja Australia ditekan untuk menurunkan lagi harganya guna menurunkan ketegangan diantara kedua negara.

Laporan pertama muncul pekan ini bahwa China siap memutuskan kontrak dengan Rio Tinto dalam membeli bijih besi pada harga diskon sama seperti diterapkan pada seluruh pabrik baja di Asia, yaitu 33 persen dari nilai pasar.

Para pedagang menduga gagalnya kesepakatan bisnis Rio-China dan penahanan eksekutif Rio Tinto itu saling berkaitan.

Pedagang bijih besi mengatakan, penahanan eksekutif Rio Tinto itu tentu akan memperlambat kesepakatan kontrak. Seorang pedagang yang berbasis di Singapura mengatakan, dia membatalkan rencananya mengunjungi China guna membicarakan soal bijih besi itu.

Persepsi bahwa penahanan itu sebagai bagian dari agenda perdagangan dan politik yang lebih luas telah menekan nilai kurs dolar Australia, di titik mana investor mengkhawatirkan memburuknya hubungan dagang Australia-China.

Penahanan itu juga membersitkan kekhawatiran mengenai risiko berbisnis di China karena dinilai tak memiliki sistem peradilan yang independen.

Para pegawai China di perusahaan-perusahaan asing adalah kalangan yang rentan dari perlindungan hukum, namun warga kelahiran China di negara lainnya secara historis juga acap menjadi target investigasi rahasia negara.

Dengan akan dimulainya pembicaraan tahunan mengenai harga dan premi komoditas pada dua sampai tiga bulan mendatang, perusahaan-perusahaan asing yang lain menjadi enggan mengirimkan delegasinya ke China.

Kasus ini akan menyulitkan para pemasok dan periset informasi industri di China, yang mengkhawatirkan data yang sejak awal mereka kumpulkan menjadi sia-sia saja. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009