Jakarta (ANTARA News) - Khoe Seng Seng alias Aseng (44), terdakwa kasus pencemaran nama baik akibat surat pembaca yang ditampilkan di sejumlah media, divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

"Terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan," kata Majelis Hakim Pengadilan Negara Jakarta Timur yang dipimpin Robinson Tarigan di Jakarta, Rabu.

Majelis hakim menyatakan Aseng telah terbukti bersalah melakukan pencemaran nama baik kepada PT Duta Pertiwi.

Namun, hukuman enam bulan tersebut tidak dijalankan apabila dalam masa satu percobaan satu tahun terdakwa tidak terjerat kasus pidana.

Selain itu, Majelis Hakim juga menyatakan bahwa hal yang memberatkan Aseng adalah terdakwa tidak mengakui perbuatan atau kesalahannya.

Sedangkan hal yang meringankan adalah Aseng bersikap sopan dan belum pernah dihukum penjara sebelumnya, serta kasus tersebut dianggap terjadi hanya karena minimnya informasi yang dimiliki terdakwa.

Vonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun karena melanggar pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Kasus ini berawal ketika Aseng mengirimkan surat keluhan terhadap PT Duta Pertiwi, perusahaan pengembang yang menjual kios di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara, kepada Aseng.

Surat keluhan itu tersebar di surat kabar harian Kompas dan Suara Pembaruan pada medio 2006.

Menurut Aseng dalam surat tersebut, PT Duta Pertiwi tidak pernah memberitahukan bahwa status tanah tempat berdirinya ITC Mangga Dua adalah milik Pemprov DKI Jakarta.

Hal itu diketahui setelah Aseng ingin memperpanjang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang ternyata statusnya bukan HGB murni tetapi HGB di atas tanah hak pengelolaan lahan (HPL) milik Pemprov DKI.

Namun, hakim memaparkan Aseng telah mengetahui tentang status tersebut dalam rapat pada September 2006 antara pengembang dan pemilik kios serta dihadiri juga oleh staf Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Selain itu, hakim juga menyatakan bahwa surat keluhan Aseng tidak bisa disebut mewakili kepentingan umum karena hanya sekitar 20 dari 3.000 pemilik kios ITC yang mengeluhkan hal tersebut.  (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009