Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, menahan mantan Direktur Jenderal Pembianaan Hubungan Industrial (PHI) Depnakertrans, Musni Tambusai terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan aset Yayasan Dana Tabungan dan Pesangon Tenaga Kerja Sektor Migas.

"Hari ini (Kamis) KPK melakukan upaya penahanan terhadap tersangka MT," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta.

Musni dimasukkan ke mobil tahanan sekira pukul 17.30 WIB. Musni yang mengenakan kemeja putih tidak memberikan keterangan sedikitpun kepada wartawan.

Rencananya, Musni akan ditahan di rumah tahanan Cipinang, Jakarta Timur.

Menurut Johan, Musni diduga terlibat dalam dugaan korupsi pengelolaan aset Yayasan Dana Tabungan dan Pesangon Tenaga Kerja Sektor Migas pada 2003 sampai 2008.

KPK menduga penyelewengan dana tenaga kerja migas tersebut telah merugikan negara sekira Rp107 miliar dan 328 ribu dolar AS.

Atas perbuatannya, Musni kemungkinan dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 12 huruf e atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Yayasan Dana Tabungan dan Pesangon Tenaga Kerja Sektor Migas adalah yayasan milik Depnakertrans yang telah dilikuidasi sejak tahun 2000. Proses likuidasi berlangsung dua tahun, hingga 31 Desember 2002.

Pada tahun 2002, Musni diangkat sebagai penanggung jawab aset yayasan melalui Surat Keputusan Menteri No 225 tahun 2002.

Tim penanggungjawab aset seharusnya menyetor aset yayasan yang bernilai Rp134,4 miliar kepada negara. Namun, Musni diduga menggunakan aset secara melawan hukum.

Dalam kasus itu, KPK telah memeriksa mantan Menteri Tenaga Kerja, Cosmas Batubara dan mantan Menteri Menteri Pertambangan dan Energi, Ginanjar Kartasasmita.

Cosmas mengakui telah terjadi pungutan terhadap pekerja sektor minyak dan gas (migas) untuk membentuk Yayasan Dana Tabungan dan Pesangon Tenaga Kerja Sektor Migas.

Menurut Cosmas, yayasan tersebut dibentuk dengan modal dari Pertamina sebesar Rp10 juta dan pungutan dari pekerja migas.

Tiap pekerja wajib menyerahkan 8,33 persen dari upah mereka. "Iuran itu diserahkan melalui perusahaan pemborong," kata Cosmas.

Dia menjelaskan, yayasan dibentuk berdasar surat keputusan bersama antara Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pertambangan dan Energi pada 1989.

Cosmas dan Ginanjar mengaku menandatangani surat keputusan bersama pembentukan yayasan tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009