Yogyakarta (ANTARA News) - Jam belajar atau jam sekolah anak-anak saat ini hanya separuh dari jam mereka menonton tayangan televisi dan orangtua harus berani mengurangi jam nonton televisi.

"Saat ini jam belajar anak-anak hanya sekitar 750 jam dalam satu tahun, dan ini hanya separuh dari waktu mereka menonton televisi yang mencapai 1.500 jam dalam satu tahun," kata koordinator aksi Hari Tanpa Televisi, Salman Faridi di Yogyakarta, Minggu.

Mereka menggelar aksi Hari Tanpa Televisi itu di simpang empat depan kantor Pos Besar Yogyakarta.

Menurut dia, melihat dari perbandingan yang mencolok tersebut, para orangtua maupun masyarakat pada Hari Tanpa Televisi diimbau untuk tidak menonton dan mematikan televisi selama satu hari.

"Waktu untuk menonton televisi dialihkan untuk acara keluarga atau mengajari anak dengan berbagai macam keterampilan. Ini akan sangat berarti bagi tumbuh kembang anak," katanya.

Ia mengatakan jika orangtua bisa mengurangi jam menonton televisi selama satu jam saja dalam satu hari dengan mengalihkannya untuk kegiatan positif, tentu akan lebih bermanfaat.

"Dengan cara ini anak akan memiliki tambahan waktu untuk belajar, baik itu keterampilan, kerajinan maupun pelajaran budi pekerti dari orangtua. Sehingga, mereka juga tidak mengalami ketergatungan untuk selalu nonton televisi," katanya.

Ia mengatakan dampak sinar biru dari televisi sangat berbahaya bagi mata anak, karena sinar biru yang muncul tidak sama dengan sinar ultra violet matahari.

"Parahnya lagi, sinar biru tersebut masuk ke retina mata tanpa filter, dan panjang gelombang cahaya yang dihasilkan 400 hingga 500 milimeter, sehingga bisa memicu terbentuknya radikal bebas dan melukai fotokimia retina mata anak," katanya.

Ia menambahkan, akibat dari radiasi tersebut akan terasa setelah 10 tahun saat anak menginjak dewasa, dan retina mata tidak lagi bening serta sehat seperti masa kanak-kanak, sehingga kemampuan fungsi mata juga berkurang. "Ini dampak buruk yang mengganggu kesehatan mata anak," katanya.

Sementara itu, salah satu peserta aksi Sholihul Hadi mengatakan kampanye mematikan pesawat televisi dalam satu hari bukan untuk anti televisi, tetapi lebih menyoroti tayangan acara televisi yang kurang bermutu dan tidak mendidik serta cenderung berisi tindak kekerasan, hedonisme yang tidak sesuai dikonsumsi anak.

"Isi tayangan televisi masih sangat memprihatinkan, khususnya untuk daya kembang pemikiran anak-anak yang sedang tumbuh menjadi dewasa," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, perlu regulasi yang tegas bagi perlindungan anak, dan diimbangi dengan ketegasan dari pihak yang terkait, serta peran lingkungan khususnya keluarga.

Ia mengatakan tayangan televisi semakin lama mengarah kepada turunnya kemampuan anak untuk minat membaca. Penurunan diindikasikan dengan banyak waktu yang dihabiskan di depan televisi dengan tayangan yang tidak sesuai dengan umur anak.

"Pada titik tertentu tayangan televisi dapat menurunkan memori pada anak, karena televisi hanya memberikan stimulan satu arah saja, padahal pada usia itu anak perlu komunikasi dua arah guna meningkatkan sisi kognitifnya," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009