Islamabad (ANTARA News/AFP) - Seorang ulama garis keras yang menengahi perjanjian perdamaian antara pemerintah Pakistan dan Taliban di Swat ditangkap Minggu di wilayah baratlaut yang dilanda kekerasan, kata seorang pejabat.

"Pemerintah telah menangkap Moulana Sufi Mohammad. Tuntutan resmi terhadapnya akan segera diajukan," kata Menteri Penerangan Provinsi Mian Iftekhar Hussein pada jumpa pers setelah penangkapan ulama tersebut di Peshawar.

"Ia membunuh banyak orang. Ia merencanakan hal ini lagi. Kami tidak akan membiarkan siapa pun menghancurkan perdamaian di Malakand dan Swat," tambah Hussein.

Sufi Mohammad adalah ayah mertua dari Moulana Fazllulah, pemimpin Taliban di Swat dan ketua kelompok terlarang Tehreek-e-Nafaz-e-Shariat-e-Mohammadi (TNSM).

Fazllulah, yang diburu dengan iming-iming hadiah 50 juta rupee (615.000 dolar), adalah arsitek pemberontakan yang menandai satu masa dimana sebuah distrik yang berada di bawah pemerintahan Pakistan jatuh ke tangan Taliban.

Ia memimpin ribuan pendukungnya melawan pasukan pemerintah sejak November 2007.

TNSM dilarang oleh Presiden saat itu Pervez Musharraf pada Januari 2002, dan ketika pendirinya, Sufi Mohammad, dipenjara, Fazlullah kemudian memimpin kelompok tersebut.

Sufi Mohammad dibebaskan pada awal Februari 2008 dan mulai berunding dengan militan Taliban di Swat. Ia berhasil menengahi sebuah perjanjian perdamaian kontroversial yang mengarah pada pengumuman gencatan senjata di daerah Malakand pada 16 Februari 2009.

Pemerintah Pakistan menyetujui pemberlakuan hukum Islam di kawasan itu jika kekerasan berhenti, namun militan Taliban yang dipimpin Fazllulah menolak meletakkan senjata dan mengacaukan perjanjian itu.

"Moulana Sufi Mohammad ditangkap di daerah Douran Pur bersama dua putranya dan seorang komandan di daerah pinggiran Peshawar," kata Abdul Hameed Khan, seorang perwira polisi di ibukota provinsi itu, kepada AFP melaui telefon, dengan menambahkan bahwa ulama tersebut telah dipindahkan ke sebuah lokasi yang dirahasiakan.

Militer Pakistan meluncurkan ofensif setelah Taliban bergerak maju dari Swat ke Buner, ke arah selatan lagi menuju ibukota Pakistan, Islamabad, setelah Washington menyebut kelompok itu sebagai ancaman bagi keberadaan Pakistan, negara yang bersenjatakan nuklir.

Pakistan menyatakan, lebih dari 1.800 militan dan 166 personel keamanan tewas, namun jumlah kematian itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.

AS mendukung ofensif militer Pakistan terhadap Taliban di Lembah Swat dan daerah-daerah baratlaut sekitarnya, yang diluncurkan pada akhir April setelah serangan-serangan sebelumnya yang menterlantarkan 1,9 juta orang.

Gerilyawan Islamis, yang sangat menentang aliansi Pakistan dengan AS yang memerangi pemberontakan Taliban di Afghanistan, melancarkan serangan setiap hari di wilayah baratlaut.

Bentrokan-bentrokan baru mematikan di Lembah Swat telah menyulut kekhawatiran mengenai memburuknya keamanan ketika pemerintah memulangkan lebih dari 2.300 keluarga yang mengungsi akibat ofensif militer belum lama ini.

Daerah suku Pakistan, khususnya Lembah Swat, dilanda konflik antara pasukan pemerintah dan militan Taliban dalam beberapa waktu terakhir ini.

Sekitar 1.800 militan dikabarkan tewas dalam ofensif yang diluncurkan di distrik-distrik Lower Dir pada 26 April, Buner pada 28 April dan Swat pada 8 Mei. Ofensif itu mendapat dukungan dari AS, yang menempatkan Pakistan pada pusat strateginya untuk memerangi Al-Qaeda.

Swat dulu merupakan daerah dengan pemandangan indah yang menjadi tempat tujuan wisata namun kemudian menjadi markas kelompok Taliban.

Perjanjian yang kontroversial antara pemerintah dan ulama garis keras pro-Taliban untuk memberlakukan hukum Islam di sebuah kawasan di Pakistan baratlaut yang berpenduduk tiga juta orang seharusnya mengakhiri pemberontakan Taliban yang telah berlangsung hampir dua tahun.

Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani mendesak rakyat Pakistan bersatu melawan kelompok ekstrim, yang menurutnya mengancam kedaulatan negara itu dan yang melanggar perjanjian perdamaian tersebut dengan melancarkan serangan-serangan.

Para pejabat PBB mengatakan, sekitar 2,4 juta orang mengungsi akibat pertempuran itu -- sebuah eksodus yang menurut kelompok-kelompok hak asasi merupakan perpindahan terbesar penduduk di Pakistan sejak negara itu terpisah dari India pada 1947.

Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas pemberontak terhadap pasukan internasional di Afghanistan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009