Jakarta,(ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi (BPPT) meluncurkan sistem penerjemah lisan berbasis jaringan internet dalam sembilan bahasa Asia Pasifik, yakni bahasa Indonesia, Jepang, China, India, Korea, Thailand, Vietnam, dan Singapura, ditambah bahasa Inggris.

"Jaringan penerjemah ini dikembangkan untuk memudahkan komunikasi antar bangsa," kata Kepala Balai Ipteknet BPPT Dr Hammam Riza di Jakarta, Rabu.

Alat itu kemudian diperagakan oleh Hammam untuk bercakap-cakap secara online dengan tiga temannya di Jepang (Nakamura), China (Meng), dan India (Arora) yang berbicara dengan bahasa masing-masing.

Percakapan di antara mereka di layar terlihat seperti halnya "chatting" dengan "messenger".

Pada layar komputer tertulis huruf masing-masing bahasa peserta percakapan tersebut. Lalu, dari pengeras suara komputer keluar suara yang menerjemahkan kalimat bahasa asing yang dikirimkan lawan bicara yang berada di negara lain itu.

Menurut Hammam, jika sudah stabil sistem ini bisa dikomersialkan dan diinstal di laptop, PDA, atau smartphone yang memang telah dilengkapi dengan speaker dan mikrofon.

Ia mengatakan, data bahasa Indonesia yang dikumpulkan untuk menciptakan sistem itu mencapai 20 ribu kalimat, dengan sekitar 3.000-an kata kamus (leksikan), khususnya di bidang turisme.

Ada tiga teknologi yang digunakan dalam penerjemahan itu, yakni,

pengenal suara (ASR), mesin penerjemah (MT), dan pensintesa suara (SS) serta perangkat interkoneksi berupa "Speech Translation Markup Language" (STML) web server.

Jaringan itu disusun oleh konsorsium "Asian Speech Translation Advanced Research Consortium" (A-STAR). Dalam konsorsium itu, Indonesia diwakili BPPT, Jepang (NICT/ATR), Korea (ETRI), Thailand (NECTEC), China (NLPR-CASIA), India (CDAC), Vietnam (IOIT) dan Singapura (I2R).

Ke-8 lembaga itu bekerja sama menggabungkan korpus bahasanya

masing-masing, menciptakan sistem pengenalan suara, mesin penerjemah, pesintesa suara, membangun modul web service penerjemah bahasa dan menciptakan standard dan format data dan menghubungkannya melalui jaringan internet.

Sementara itu, Koordinator Pusat Sumberdaya Opensource BPPT Oskar Riandi mengatakan, pihaknya juga sudah membuat prototipe mesin perisalah yang mampu membuat bahasa lisan menjadi bahasa tulisan.

"Sistem ini bisa menggantikan peran notulensi, mengubah pembicaraan menjadi suatu teks tertulis," katanya sambil menambahkan bahwa mesin sejenis ini sudah ada di Jepang, tapi yang dimiliki BPPT merupakan yang pertama di Indonesia.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009