Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Hukum Tata Negara Indonesia Legal Roundtable, Irmanputra Sidin, menduga bahwa orang sekeliling Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) panik terhadap berbagai gugatan Pilpres dari lawan politiknya melalui Mahkamah Konsitusi (MK).

"SBY sendiri tidak panik, namun orang sekelilingnya itu justru panik. Karena mereka tidak sabar menunggu 'kue'," katanya, Rabu.

Menurutnya, gugatan pilpres ke MK itu hanya langkah mekanisme konstitusional. Makanya, nanti kemenangan SBY juga akan menjadi kemenangan konstitusional.

"Keputusan MK bisa menguntungkan SBY-Boediono dan justru legitimated secara konstitusional kemenangan SBY,"tambahnya.

Irman mengakui tidak tertutup kemungkinan MK bisa memutuskan Pemilu ulang di beberapa provinsi, sehingga bisa menyebabkan Pilpres menjadi dua putaran. Namun semua itu harus disikapi secara positif sebagai babak baru pembangunan demokrasi di Indonesia.

"Jadi biarkan mekanisme konsititusional yang menjelaskan, bahwa demokrasi bukan hanya berdasarkan kuantitas, tapi juga kualitas. Intinya MK takkan terjebak pada kuantitas perolehan suara tapi kualitas juga. Karena itu apapun keputusan MK, semua pihak harus bisa menerima dengan lapang dada," jelasnya.

Irman optimis, hakim-hakim MK akan memutuskan berdasarkan hati nurani dan bukti-bukti di persidangan. Karena taruhanya adalah masa depan UUD. "MK tak bole main-main dalam kasus ini, konsekuensinya orang bisa tidak percaya pada konstitusi. Bahkan akan masuk ke domain politik," jelasnya.

Sementara, pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra mengungkapkan gugatan ke MK jangan dianggap sebagai upaya menggagalkan pilpres. Justru gugatan ini merupakan perkembangan positif dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, ungkapnya.

Dirinya yakin apapun nanti keputusan MK tidak akan berpengaruh pada situasi keamanan di dalam negeri. Kalau pihak yang tidak puas sudah menempuh jalur hukum, tapi kemudian keputusan MK menolak gugatan mereka, maka siapapun harus mentaati itu.

Dia mencontohkan, saat MK memutuskan dengan benar, seperti pada kasus pilkada Jatim dan penggunaan pileg. "Semua pada akhirnya menerima keputusan itu, pungkasnya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009