Jakarta (ANTARA) - Pakar kebakaran hutan dan lahan dari Institut Pertanian Bogor Prof Bambang Hero Saharjo menyebut alasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi berulang karena sengaja dibakar.

Bambang saat memberi kuliah umum secara daring dengan tema "Memahami Kebakaran Lahan Gambut" yang dilaksanakan Badan Restorasi Gambut (BRG) di Jakarta, Kamis, mengatakan biasanya penyebab terjadinya kebakaran di lahan konsesi karena memang sengaja dilakukan untuk pembukaan atau penyiapan lahan.

Karena dengan cara dibakar lebih murah, menurut dia, menjadi pertimbangan konsesi, sehingga biaya untuk pembukaan lahan bisa dimanfaatkan untuk lainnya, seperti membeli pupuk. Karenanya, pembakaran dengan disengaja itu perlu dicegah melalui proses penegakan hukum.

“Bisa jadi by design karena mereka tidak bisa lakukan land clearing dengan benar,” ujar dia.

Faktor lain yang dapat memicu karhutla di wilayah konsesi, ia mengatakan akibat pembiaran atau omission, baik karena kelalaian maupun kesengajaan.

Penyebab lain karhutla terjadi di kawasan konsesi, menurut Bambang, karena mengabaikan kewajiban melakukan manajemen air dalam rangka mempertahankan ground water level (GWL) di batas yang ditolerasi.

Bambang juga mengatakan persoalan lain yang membuat area konsesi kerap terbakar karena tidak bekerjanya sistem peringatan dini dan sistem deteksi dini titik api.

Adanya konflik atau sengketa lahan dengan masyarakat, menurut Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB itu, juga menjadi salah satu pemicu karhutla. Selain tentunya sumber daya manusia yang tidak memiliki kemampuan minimal.

Baca juga: Strategi antisipasi potensi karhutla 2020 dihasilkan lewat rakorgab

“Kuncinya menyelesaikan semua ini kita harus sepakat karhutla merugikan, karenanya harus dikendalikan dengan cara dicegah, dipadamkan, dan pelaku perlu diproses hukum,” ujar Bambang.

Baca juga: Kilas balik 2019 - Karhutla dan harapan hutan 2020

Persoalan di lapangan soal implementasi pencegahan karhutla, menurut dia, banyak persoalan. “Kita selalu bilang lakukan pencegahan, tapi ketika karhutla sudah terjadi. Apakah itu pencegahan? Ya tidak,” katanya.

Baca juga: BNPB sebut enam tantangan tangani karhutla 2020

Karenanya, ia mengingatkan pencegahan hendaknya dilakukan jauh-jauh hari, gunakan sistem peringatan dini dan sistem deteksi dini titik api.

“Kejadian seperti di 2014, SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) sempat tanya kok karhutla lagi ya? Makanya di 2014 ada audit compliance dari 17 perusahaan di Riau dan ternyata tidak ada satupun yang comply, sehingga itu jadi persoalan,” kata Bambang.

“Bagaimana mungkin mereka kendalikan karhutla kalau sarpras (sarana dan prasarana) tidak ada. Dari Pemda juga hanya satu sampai dua saja yang lulus. Malah mereka tanya, oh itu tugas saya?” ujar Bambang.

Ia mengatakan kalau kondisinya seperti itu dan tidak dibenahi, maka karhutla akan terjadi berulang. “Tolong lah, aturan main itu dihormati. Bukan sekadar soal kewajiban saja karena ada tujuannya,” ujarnya.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020