Bengkulu (ANTARA News) - Puluhan penjual bendera musiman di kawasan Jalan S.Parman Kota Bengkulu mengeluh terkait adanya pungutan yang ditetapkan Pemerintah Kota (Pemkot) sebesar Rp100 ribu per bulan.

"Kami datang dari Bandung, Provinsi Jawa Barat, sengaja untuk berjualan bendera tapi belum lagi sempat berjualan satpol PP sudah merazia dan adanya ketetapan biaya Rp100 ribu setiap bulan," kata Rahman, salah seorang penjulan bendera, Jumat.

Menurut Rahman, dia bersama dengan belasan temannya sengaja datang ke Kota Bengkulu untuk mengadu nasib dengan berjualan bendera dan berharap dapat memperoleh untung untuk menghidupi keluarganya di Bandung.

Namun, belum lagi ada bendara yang terjual, puluhan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) telah merazia dan pedagang bendera musiman harus membayar retribusi sebesar Rp100 ribu.

Padahal, diterangkanya, berdasarkan pengalamanya berjualan bendera di kota-kota di Indonesia, penjual bendera tidak dikenakan biaya retribusi oleh pemerintah daerah.

"Baru sekarang ini kami berjualan dikenakan retribusi oleh pemda," katanya kesal.

Hal yang sama juga diungkapkan Agus, yang mengaku kaget dengan adanya razia satpol PP di Kota Bengkulu, padahal di Kota-kota lainya di Indoensia tidak pernah ada larangan atau kaharusan membayar retribusi mencapai Rp100 ribu

Padahal, lanjutnya keuntungan dari penjualan bedera dalam satu hari tidak sampai RP25 ribu.

Harga bendera yang dia jual, menurut dia bervariasi, antara Rp5.000 hingga Rp150 ribu per lembar, sementara dia mendapatkan keuntungan antara Rp500 hingga Rp10.000 untuk setiap penjualan satu bendera.

Sementara itu, kepala Satpol PP Kota Bengkulu, Khairul Saleh, menyebutkan razia yang dilakukan satpol PP untuk menghindari kerusakan pada jalur hijau akibat menjamurnya penjual bendera.

"Razia ini hanya sebatas penertiban penjual bendera di kawasan jalur hijau," katanya.

Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Indonesia ke-64, menurut dia, ratusan penjual bendera di Kota Bengkulu menggelar dagangannya pada jalur-jalur hijau sehingga dikhawatirkan dapat merusak pemandangan dan tanaman di jalur tersebut.

Namun, ketika ditanya menyangkut retribusi pembuatan izin di yang dikeluhkan oleh puluhan penjual bendara, Khairul enggan bekomentar dan terkesan menghindar.

"Kalau masalah itu hanya untuk retribusi pembuatan izin berjualan saja yang menyangkut perjanjian untuk tidak merusak jalur hijau," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009