Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menemukan sejumlah dugaan pelanggaran terkait dana kampanye pasangan capres-cawapres yang bertarung dalam Pilpres 8 Juli lalu, termasuk dana yang bersumber dari pihak asing.

Koordinator Divisi Hukum dan Pelanggaran Bawaslu, Wirdianingsih, di Jakarta, Senin, mengatakan, dugaan penerimaan dana kampanye dari pihak asing dilakukan pasangan Megawati Sukarnoputri-Prabowo Subianto (nomor urut satu) dan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono (nomor urut dua).

Menurut Wirdianingsih, pasangan Megawati-Prabowo diduga menerima dana dari PT Kiani Kertas, di mana kepemilikan saham perusahaan ini dikuasai oleh pihak asing.

Kendati demikian, Bawaslu tidak menyebut secara rinci berapa nilai sumbangan dana kampanye yang diberikan perusahaan tersebut kepada pasangan Megawati-Prabowo.

Selain itu, pasangan Megawati-Prabowo juga diduga telah menerima sumbangan dana kampanye dari penyumbang yang tidak menyertakan identitas yang jelas (tanpa alamat), tidak menyertakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta menyertakan NPWP yang bukan atas namanya (dua kasus).

Sementara itu, pasangan SBY-Boediono diduga melakukan pelanggaran pidana pemilu berupa menerima sumbangan dari pihak asing yakni dari PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) senilai Rp3 miliar.

Dalam kasus ini, ada dua pihak yang dijadikan terlapor, yakni pasangan SBY-Boediono selaku terlapor satu dan terlapor dua yaitu Hatta Radjasa dan Garibaldi Thohir, keduanya menjabat sebagai ketua dan bendahara tim kampanye SBY-Boediono.

Berdasarkan kajian Bawaslu, dugaan pelanggaran yang dilakukan terlapor satu dan dua tidak dapat diteruskan kepada penyidik kepolisian, karena tidak lagi memenuhi syarat formal sebagai dugaan pelanggaran pidana Pemilu.

Bawaslu beralasan, keterlambatan pemberian salinan Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye (LPPDK) pasangan SBY-Boediono dari KPU menjadi pemicu tidak dapat ditindaklanjutinya kasus ini sebagai dugaan pelanggaran pidana pemilu.

"Akibat batas waktu penanganan pelanggaran pidana pemilu sebagaimana diatur dalam UU No 42 tahun 2008 tidak dapat dipenuhi maka pelanggaran pidana yang diduga dilakukan terlapor satu dan dua menjadi kadaluarsa," kata Wirdianingsih.

Meski demikian, Bawaslu menilai terlapor satu dan terlapor dua tersebut tidak secara otomatis dapat dibebaskan dari perbuatan mereka karena bukti-bukti yang ada menguatkan dugaan perbuatan menerima sumbangan dari pihak asing merupakan pelanggaran pemilu.

"Pembiaran terhadap dugaan pelanggaran pemilu justru akan merusak integritas proses dan hasil pemilu yang pada akhirnya akan mendelegitimasi hasil pemilu itu sendiri," ujar Wirdianingsih.

Sehubungan dengan itu, Bawaslu meminta KPU agar meminta pertanggungjawaban administratif dari pasangan SBY-Boediono atas perbuatan menerima sumbangan dana kampanye dari pihak asing tersebut.

KPU, ujar Bawaslu, setidak-tidaknya harus meminta pasangan SBY-Boediono untuk menyetorkan sumbangan sebesar Rp3 miliar dari PT BTPN tersebut ke kas negara.

Bawaslu juga menemukan pelanggaran administrasi yang dilakukan pasangan SBY-Boediono berupa menerima sumbangan dana kampanye yang berasal dari penyumbang yang tidak menyertakan identitas yang jelas (tanpa alamat) serta tidak menyertakan NPWP dengan nilai sumbangan sebesar Rp20 juta atau lebih.

Sementara dugaan pelanggaran yang dilakukan pasangan Jusuf Kalla (JK)-Wiranto (nomor urut tiga) yaitu menerima sumbangan dana kampanye dari penyumbang yang tidak menyertakan identitas yang jelas, tidak menyertakan NPWP, dan menyertakan NPWP yang bukan atas namanya (enam kasus).

Wirdianingsih mengatakan, bendahara tim kampanye JK-Wiranto, Solihin Kalla telah mengakui secara terbuka hal ini.

Bawaslu menilai pelanggaran yang dilakukan pasangan JK-Wiranto merupakan pelanggaran administrasi dan menjadi tanggung jawab pasangan calon tersebut.

Pelanggaran terhadap ketentuan tidak menyertakan NPWP bagi penyumbang yang menyumbang sebesar Rp20 juta atau lebih merupakan kewenangan KPU untuk disampaikan kepada Ditjen Pajak untuk diselesaikan.

Tindak lanjut terhadap berbagai pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh tiga pasangan capres-cawapres akan diteruskan ke KPU. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009