Pemerintah pun sudah memutuskan untuk mengubah jadwal cuti bersama Idul Fitri 1441 H menjadi 28 hingga 31 Desember 2020.
Jakarta (ANTARA) - Kalau tanpa pandemi virus corona, situasi hari-hari ini adalah puncak perputaran uang dari arus mudik Idul Fitri, tetapi kenyataan berkata lain.

Virus corona tipe baru (COVID-19) telah mengubah segalanya, baik kebijakan maupun sikap warga menyikapi pandemi global ini. Tradisi mudik yang selama selalu berlangsung, kini harus juh berkurang.

Kebijakan pemerintah yang selaku memberi perhatian kepada kelancaran pergerakan jutaan orang terpaksa harus memberlakukan pembatasan-pembatasan. Bahkan instrumen Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan di beberapa daerah yang penyebaran virus corona masih tinggi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun memperpanjang masa PSBB yang sudah diberlakukan sejak dua fase menjadi tiga fase. Fase pertama selama 14 hari pada 10 April-23 April, fase kedua selama 28 hari dari 24 April hingga 22 Mei 2020.

Fase ketiga untuk 14 hari ke depan mulai 23 Mei hingga 4 Juni 2020. Targetnya, fase ketiga ini adalah penghabisan jika disiplin warganya terjaga dengan hasil berupa landainya grafik penularan virus corona.

Selain adanya beragam pembatasan seperti pada dua fase sebelumnya, fase ketiga ini juga disertai larangan mudik. Pedoman pembatasan itu seiring dengan surat edaran dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.

Meski masih menyisakan celah untuk mudik, warga tampaknya lebih memilih menunggu situasi aman. Kalaupun ada yang mudik, beragam persyaratan harus dipenuhi agar bisa lolos pemeriksaan oleh petugas gabungan di jalur-jalur keluar Jabodetabek.
Petugas kepolisian memeriksa muatan truk yang melintas di tol Jakarta-Cikampek di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (2/5/2020). Menurut data Ditlantas Polda Metro Jaya, sebanyak 7.748 kendaraan dipaksa putar balik menuju lokasi asal akibat terjaring razia Operasi Ketupat 2020. ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj.


Turun
Sikap menahan diri dari tidak mudik dulu saat ini terlihat dari data PT Jasa Marga (Persero) Tbk dalam beberapa hari terakhir. Operator jalan tol ini mencatat sebanyak 214.014 kendaraan meninggalkan Jakarta melalui jalan tol selama periode H-7 sampai H-5 Lebaran 2020.

"Angka itu turun 60 persen dibandingkan periode sama 2019," ujar ACorporate Communication&Community Development Group Head Jasa Marga, Dwimawan Heru dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Apakah dalam beberapa hari ke depan bakal terjadi lonjakan arus mudik atau justru sebaliknya terjadi penurunan?

Tentu akan terlihat perkembangannya. Yang pasti protokol kesehatan tetap diterapkan, terutama di lokasi-lokasi peristirahatan (rest area).

Turunnya antusiasme mudik di masa wabah ini berimplikasi pada turunnya peredaran uang yang semestinya terjadi selama arus mudik. Tentu saja kali ini berimplikasi terhadap pendapatan operator jalan tol, penjualan bahan bakar minyak (BBM), kuliner hingga omzet penjaja "oleh-oleh".

Yang juga sudah diperkirakan turun adalah aliran uang dari Jakarta dan sekitarnya ke berbagai daerah tujuan arus mudik. Ini karena "berbagi" seperti sudah menjadi kebiasaan sebagian pemudik.

Transfer
Simak saja analisis perkiraan DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta. Intinya, aliran uang ke daerah tujuan mudik pada Idul Fitri 1441 Hijriyah atau Lebaran 2020 diperkirakan turun 80 persen akibat dampak wabah COVID-19 yang menyebabkan banyak warga menunda mudik.

"Yang tadinya diperkirakan aliran uang dari Jakarta ke daerah tujuan wisata (di daerah) sekitar Rp10,8 triliun diperkirakan akan turun 80 persen atau hanya sekitar Rp2 triliun," kata Ketua Umum DPD Hippi DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (17/5).

Dana Rp2 triliun itupun hanya mengalir melalui kiriman/transfer melalui bank atau Kantor Pos dari warga yang masih punya simpanan atau kelebihan untuk dibagikan kepada keluarga di kampung.

Karena itu, Lebaran tahun ini tidak terlalu memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Harapan para pelaku UKM untuk mendapat omzet dan keberuntungan saat momen Lebaran kali inipun pupus.

Pada kondisi normal, aliran uang dari kota ke daerah tujuan mudik saat puncak mudik Idul Fitri selalu naik dari tahun ke tahun. Kalau kondisi normal, uang yang mengalir ke daerah tujuan mudik tahun 2020 ini diperkirakan sebesar Rp10,8 triliun, naik 13,7 persen dari tahun 2019 sebesar Rp9,5 triliun.

Asumsi Rp10,8 triliun itu dihitung dari jumlah pemudik dari tahun ke tahun yang mengalami kenaikan. Jika tidak ada COVID-19, diperkirakan jumlah pemudik dari Jabodetabek ke berbagai daerah diperkirakan mencapai 7.640.288 jiwa atau setara 2.546.763 keluarga.

Jika setiap keluarga membawa uang rata-rata Rp4.250.000 juta per keluarga maka dana yang mengalir ke daerah tujuan mudik diperkirakan mencapai Rp10,8 triliun.

Aliran uang dari kota ke daerah ini dinilai mampu menggerakkan perekonomian karena para pemudik akan banyak membelanjakan uangnya di kawasan destinasi pariwisata, "oleh-oleh" khas daerah. Selain itu aneka produk UKM seperti makanan/kuliner dan kerajinan daerah, batik dan uang Lebaran kepada keluarga atau kerabat.

Mudik pada Lebaran ini memang tertunda sampai penyebaran virus corona terkendali tapi diperkirakan tak sedikit warga perantauan di DKI Jakarta yang sudah "memudikkan" transferannya. Secara fisik mudiknya belum terlaksana, namun transferannya sudah sampai kampung halaman.
 
Nasabah bertransaksi di anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Mandiri, Jakarta, Selasa (19/5/2020). PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sejak 4 Mei 2020 telah menyiapkan uang tunai Rp19,2 triliun untuk mengantisipasi kenaikan kebutuhan di bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)



Pindahkan Libur
Kendati kondisinya berat saat Lebaran ini, dunia usaha masih melihat harapan karena kebijakan pemerintah memindahkan cuti bersama Lebaran ke akhir tahun.

Dengan catatan bahwa kondisi ekonomi sudah mulai normal dan pendapatan masyarakat sudah mulai membaik sehingga ada kemungkinan mudik dan liburan ke kampung halaman pada akhir tahun.

Karena itu, harapan sangat besar disandarkan kepada pemerintah untuk benar-benar mampu mengendalikan penyebaran COVID-19 secepatnya melalui regulasi dan kebijakan yang konsisten. Selain itu memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah dan standar protokol yang jelas serta tegas.

"Sehingga badai ini cepat berlalu, dunia usaha dapat aktif dan bergairah kembali," katanya.

Pemerintah pun sudah memutuskan untuk mengubah jadwal cuti bersama Idul Fitri 1441 H yang dimulai pada 22, 26 dan 27 Mei 2020, menjadi 28 hingga 31 Desember 2020.

Perubahan itu didasarkan pada perkiraan bahwa pada akhir tahun risiko penularan COVID-19 sudah menurun sehingga masyarakat bisa memanfaatkan pengganti cuti bersama Lebaran.

Namun, pemerintah masih membuka kemungkinan untuk merevisi kembali jadwal cuti Idul Fitri, dari akhir tahun menjadi akhir Juli 2020 atau sekitar perayaan Idul Adha.

Hal itu bisa terealisasi jika tingkat penularan COVID-19 pada Juli 2020 sudah menurun. Pemerintah akan menggelar rapat kembali mengenai cuti bersama Idul Fitri 1441 H pada akhir Juni 2020.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Presiden Jokowi akan memberi catatan pada akhir Juni 2020. Akan diadakan pengkajian ulang.

Kalau memang COVID-19 sudah turun dan sudah tidak lagi mengancam, sangat dimungkinkan untuk memajukan cuti bersama berhimpitan dengan Idul Adha. Yakni 31 Juli 2020, bisa sebelum atau setelah itu.

Mengingat arus mudik bertalian erat dengan perputaran ekonomi, jika akhir Juli nanti pagebluk COVID-19 bisa diatasi, agaknya diyakini bahwa pemerintah sudah menyiapkan opsi tak perlu menunggu sampai akhir tahun untuk mengganti cuti bersama Lebaran ini.



 

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020