Kabul (ANTARA News/AFP) - Serangan-serangan menewaskan tiga prajurit Inggris dan dua personel militer AS di Afghanistan selatan, kata pasukan aliansi, Kamis, sementara ribuan prajurit terus melakukan operasi anti-pemberontakan menjelang pemilihan umum pekan depan.

Ketiga prajurit Inggris itu tewas Kamis setelah mereka diserang ledakan pada saat melakukan patroli jalan kaki di provinsi Helmand, Afghanistan selatan, kata Kementerian Pertahanan Inggris,

Dengan kematian ketiga prajurit itu, jumlah korban tewas di pihak pasukan Inggris menjadi 199 sejak invasi pimpinan AS ke Afghanistan pada akhir 2001, katanya.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO juga mengumumkan, dua prajurit AS tewas dalam insiden-insiden lain di wilayah selatan pada Rabu dan Kamis.

Satu prajurit AS tewas dalam ledakan, sedang yang satu lagi tewas dalam "serangan tembakan langsung", katanya.

Kelima prajurit itu merupakan korban-korban terakhir dari sederetan panjang prajurit Barat yang tewas dalam upaya mengalahkan gerilyawan di Afghanistan.

Sekitar 30 prajurit internasional tewas di Afghanistan pada bulan ini, menurut situs icasualties.org yang mencatat korban-korban di Afghanistan dan Irak.

Menurut situs independen tersebut, 76 prajurit asing tewas pada Juli -- bulan paling mematikan bagi pasukan internasional di Afghanistan. Sepanjang tahun ini sekitar 250 prajurit asing tewas di negara itu, sebagian besar akibat serangan-serangan musuh.

Marinir AS dan pasukan Inggris terus melakukan ofensif besar-besaran di provinsi-provinsi selatan, Helmand dan Kandahar, menjelang pemilihan presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Tujuan dari operasi itu adalah mengamankan daerah-daerah tersebut agar petugas pemilu bisa masuk dan pemilih memberikan suara mereka tanpa takut ada serangan.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh di antaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009