Mosul, Irak (ANTARA News/AFP) - Sedikitnya 21 orang tewas, sebagian besar anggota sekte keagamaan Yazidi, ketika dua pelaku bom bunuh diri melancarkan serangan terhadap sebuah kafe yang ramai, Kamis, di provinsi bergolak Nineveh, Irak utara, kata sejumlah pejabat.

Sedikitnya 32 orang lagi terluka setelah para penyerang itu meledakkan sabuk bom mereka di kafe tersebut, yang terletak di daerah Kalaa di kota Sinjar.

"Kami telah menerima 21 mayat dari orang-orang dengan berbagai usia dan dua kepala penyerang bom bunuh diri," kata direktur rumah sakit Sinjar, Kifah Mahmud, kepada AFP.

"Kami menerima 32 orang yang terluka, 18 diantaranya dalam kondisi kritis," katanya.

Sinjar, sebelah utara daerah gerilyawan Mosuil di provinsi Nineveh, Irak utara, berpenduduk mayoritas orang Yazidi, sebuah sekte keagamaan minoritas, serta orang-orang Arab dan Kurdi.

Yazidi, yang jumlahnya ratusan ribu orang, umumnya tinggal di Irak utara dan berbicara dengan logat Kurdi namun menganut keyakinan pra-Islam dan memiliki tradisi budaya mereka sendiri.

Pada Agustus 2007, lebih dari 400 orang Yazidi tewas ketika empat pembom truk bunuh diri menyerang sekte itu, dalam serangan paling mematikan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Serangan Kamis itu merupakan yang paling mematikan sejak Senin, ketika 51 orang tewas di Irak, termasuk 28 anggota sekte Shabak, ketika dua bom truk meledak di desa Khaznah di luar Mosul.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Kekerasan di Irak mereda dalam 18 bulan terakhir, namun gerilyawan bisa bersembunyi di daerah-daerah pegunungan sekitar Mosul, 390 kilometer sebelah utara Baghdad, dan memanfaatkan perpecahan diantara orang-orang Arab dan Kurdi yang beselisih di kota itu.

Perselisihan di provinsi wilayah utara, Nineveh, yang beribukotakan Mosul, mengancam perpecahan di provinsi itu dan menimbulkan ketegangan yang bisa menciptakan ketidakstabilan jangka panjang di Irak.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Gelombang serangan bom yang ditujukan pada muslim Syiah di Baghdad menewaskan 29 orang dan mencederai lebih dari 136 pada Jumat (31/7), sebulan setelah pasukan AS ditarik dari pusat-pusat perkotaan di Irak.

Serangan-serangan akhir Juli itu merupakan yang terburuk di Irak sejak dua serangan bom bunuh diri di kota wilayah utara Tal Afar pada 9 Juli menewaskan 35 orang dan mencederai 61.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak.

Sejumlah serangan bom besar dilancarkan sejak itu, dan yang paling mematikan adalah serangan bom truk pada 20 Juni di dekat kota wilayah utara, Kirkuk, yang menewaskan 72 orang dan mencederai lebih dari 200 lain dalam serangan paling mematikan dalam 16 bulan.

Serangan bom pada 24 Juni di sebuah pasar di distrik Syiah Kota Sadr di Baghdad timurlaut juga merupakan salah satu yang paling mematikan pada tahun ini, yang menewaskan sedikitnya 62 orang dan mencederai sekitar 150.

Namun, Maliki dan para pejabat tinggi pemerintah menekankan bahwa 750.000 prajurit dan polisi Irak bisa membela negara dari serangan-serangan yang dituduhkan pada gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda dan kekuatan yang setia pada almarhum presiden terguling Saddam Hussein.

Hanya sejumlah kecil pasukan AS yang menjadi pelatih dan penasihat akan tetap berada di daerah-daerah perkotaan, dan sebagian besar pasukan Amerika di Irak, yang menurut Pentagon berjumlah 131.000, ditempatkan di penjuru lain.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009