Bengkulu (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu menolak Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Hak Pengusahaan Hutan (HPH) milik PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) karena dinilai rawan konflik.

Selain itu juga bisa menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih besar, kata Manager Region Utara Walhi Bengkulu, Martian, saat pembahasan Amdal PT API, Selasa, di ruang Pola Bappeda, Bengkulu.

"Kami menolak penerbitan izin dan Amdal PT API karena kerusakan lingkungan yang hebat akan terjadi jika kawasan itu dibabat hutannya dan tidak ada upaya pengelolaan dampak lingkungan yang memadai yang ditawarkan pemrakarsa," ia menjelaskan.

Walhi sebagai salah satu tim komisi penilai Amdal, menurut dia, menolak penerbitan Amdal PT API karena berdasarkan kajian Walhi, perusahaan yang berlokasi di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis Kabupaten Bengkulu Utara tersebut menimbulkan rawan konflik.

Yang pertama adalah pemberian izin seluas 42 ribu ha tersebut akan menimbulkan konflik terkait rencana perluasan Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu.

"Untuk penyelamatan Gajah Sumatra BKSDA berencana memperluas kawasan dari 6.800 ha saat ini dan arealnya sama dengan lokasi HPH ini, bahkan BKSDA juga sudah mengantongi izin prinsip,"katanya.

Selain itu potensi konflik masyarakat adat dengan perusahaan khususnya di sekitar Kecamatan Mukomuko Selatan, dan Kecamatan Napal Putih terdapat masyarakat adat suku Pekal, yang telah mendiami kawasan tersebut sebelum HPT, PLG dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) ditetapkan.

Sejak masa kolonial masyarakat adat setempat khususnya di Desa Suka Merindu sudah menanam pohon damar sehingga saat PT. Maju Jaya Raya Timber mendapatkan HPH dan beroperasi di kawasan ini, telah muncul konflik antara warga dengan perusahaan.

"Karena perusahaan ini selain mencaplok tanah adat warga, juga telah merusak dan menduduki wilayah hutan damar keluarga mereka, PT. API juga menduduki kawasan hutan damar ini, dan akan membangkitkan konflik lama," tambahnya.

Konflik agraria juga diperkirakan akan muncul dengan kehadiran perusahaan ini khususnya di sekitar HPT Air Rami, yang masuk dalam pengelolaan PT API karena sekitar 350 Kepala Keluarga telah memiliki sertifikat tanah di kawasan tersebut.

Selain itu di kawasan ini PT API mendapat izin pengelolaan seluas 700 Ha yang statusnya Areal Peruntukan Lain (APL) yang akan mengurangi wilayah kelola masyarakat.

Ancaman yang terbesar kata dia adalah kerusakan TNKS karena terdapat izin seluas 1.300 ha kawasan hutan konservasi tersebut dalam izin usaha ini.

"Keberadaan perusahaan ini juga akan memperluas akses terhadap TNKS dan terusirnya warga dari kawasan inii akan membuat warga terpaksa masuk ke wilayah TNKS,"katanya.

Kondisi calon areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) pada hutan alam PT. API berdasarkan penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi Bengkulu memiliki fungsi Hutan Produksi Terbatas ( HPT) seluas 27.771 Ha (65,51%), Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 11.973Ha (28,24%), Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 1.280 Ha ( 3,02%), dan yang termasuk dalam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 1.369 Ha (2,23%). (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009