Washington (ANTARA News/Reuters) - Perwira tinggi militer AS hari Minggu menyebut situasi di Afghanistan memburuk namun mengatakan, panglima baru di lapangan belum meminta pasukan tambahan.

"Saya rasa konflik itu serius dan memburuk, dan saya telah mengatakan bahwa selama dua tahun terakhir, pemberontakan Taliban meningkat, lebih canggih, dalam taktik mereka," kata Laksamana Mike Mullen, Ketua Kepala Staf Gabungan AS.

Kematian prajurit AS di Afghanistan meningkat sejak Presiden Barack Obama memerintahkan penambahan pasukan untuk menghadapi Taliban. Pada Juli saja tercatat 44 prajurit AS tewas.

Pengumpulan pendapat umum menunjukkan bahwa dukungan rakyat AS bagi perang delapan tahun di Afghanistan melemah.

Mullen, yang menyampaikan pernyataan itu pada acara "State of the Union" televisi CNN, mengatakan bahwa panglima baru pasukan NATO dan AS di Afghanistan, Jendral Stanley McChrystal, masih menyelesaikan penilaiannya atas keadaan di negara yang dilanda perang itu.

"Kami belum mencapai sebuah tahapan dimana ia membuat keputusan untuk meminta pasukan tambahan," kata Mullen.

Laporan McChrystal, yang semula akan disampaikan pada pertengahan Agustus, diperkirakan diselesaikan setelah berakhirnya proses pemilihan umum Afghanistan.

Penghitungan hasil pemungutan suara Kamis itu kini sedang berlangsung, dan muncul tuduhan-tuduhan Minggu dari calon lain bahwa kubu Hamid Karzai melakukan kecurangan.

Hasil terpercaya dari pemilu itu sangat penting bagi Afghanistan dan Presiden Barack Obama, yang menjadikan negara itu sebagai prioritas utamanya dalam kebijakan luar negeri AS.

Serangan-serangan Taliban terhadap aparat keamanan Afghanistan serta pasukan asing meningkat dan puncak kekerasan terjadi hanya beberapa pekan menjelang pemilihan umum presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.

Terdapat sekitar 100.000 prajurit internasional, terutama dari AS, Inggris dan Kanada, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Dalam salah satu serangan paling berani, gerilyawan tersebut menggunakan penyerang-penyerang bom bunuh diri untuk menjebol penjara Kandahar pada pertengahan Juni tahun lalu, membuat lebih dari 1.000 tahanan yang separuh diantaranya militan berhasil kabur.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.

Antara 8.000 dan 10.000 prajurit internasional bergabung dengan pasukan militer pimpinan NATO yang mencakup sekitar 60.000 personel di Afghanistan untuk mengamankan pemilihan presiden Afghanistan pada 20 Agustus, kata aliansi itu.

Pemilu yang akan menetapkan presiden dan dewan provinsi itu dipandang sebagai ujian bagi upaya internasional untuk membantu menciptakan demokrasi di Afghanistan, namun pemungutan suara tersebut dilakukan ketika kekerasan yang dipimpin Taliban mencapai tingkat tertinggi.

Sekitar 300.000 prajurit Afghanistan dan asing mengambil bagian dalam pengamanan pemilu tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009