Jakarta,(ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Kampar, Riau, Burhanuddin Husin terkait kasus dugaan korupsi pemanfaatan hasil hutan di Kabupaten Siak, Riau.

"Yang bersangkutan akan dimintai keterangan sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Johan menjelaskan, pemeriksaan terhadap Burhanuddin akan digunakan untuk melengkapi berkas perkara Bupati Siak, Arwin AS, yang sudah menjadi tersangka dalam kasus itu.

Dalam kasus itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Kehutanan Riau Asral Rahman sebagai saksi. Sebelumnya, KPK telah memeriksa Gubernur Riau Rusli Zainal.

KPK juga telah menetapkan Bupati Siak, Arwin AS sebagai tersangka kasus pemanfaatan hutan di Kabupaten Siak, Riau.

"AAS sudah ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu lalu," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Johan mengatakan, Arwin diduga menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) kepada sejumlah perusahaan di Siak pada tahun 2001 sampai 2003.

"Pemberian izin itu diduga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Johan menambahkan.

Menurut Johan, pemberian izin itu mengakibatkan terganggunya perekonomian yang mengakibatkan kerugian negara. Namun, Johan belum bersedia merinci jumlah kerugian negara yang dimaksud.

Selain itu, Arwin juga diduga menerima sejumlah pemberian akibat penerbitan izin usaha itu.

Akibat perbuatan itu, KPK menjerat Arwin dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 dan atau pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Beberapa waktu lalu, tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di Siak. Selain menggeledah kantor Bupati Siak, KPK juga telah menggeledah sejumlah kantor perusahaan kayu.

Kasus itu adalah pengembangan kasus serupa yang menjerat Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar. Azmun telah dinyatakan bersalah dalam kasus itu.

Sementara itu, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) Susanto Kurniawan mengatakan, sedikitnya lima izin perusahaan yang dikeluarkan Arwin pada periode tersebut diduga bermasalah.

Perusahaan yang menerima izin itu antara lain PT National Timber seluas 8.200 hektare, PT Balai Kayang Mandiri (21.450 hektare), PT Bina Daya Bintara (8.000 hektare).

Kemudian, PT Rimba Mandau Lestari (6.400 hektare), PT Rimba Rokan Perkasa (21.500 hektare), dan PT Seraya Sumber Lestari (16.875 hektare).

"Apabila dirunut pemberian izin rencana kerja (RKT) untuk perusahaan yang bermasalah, maka kemungkinan besar kepala dinas kehutanan bisa terseret dalam kasus ini. Dalam penerbitan RKT yang merekomendasikan adalah Kepala Dinas Kehutanan Riau," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009