Padang (ANTARA News) - Sandal ukuran besar, kecil dan sejumlah sepatu kini masih terlihat berserakan di jalanan utama di kota itu, tidak ada yang menyentuhnya. Benda itu hanya menjadi saksi bisu yang merekam kejadian pada lokasi itu, serta kepanikan pemiliknya.

Sandal dan sepatu itu kini masih bertebaran di jalan utama Kota Padang terutama menuju kampus Unand sejak dari Jalan Sawahan, Simpang Haru, Baypass, hingga Pasar Baru menuju kampus Unand, satu lokasi ketinggian untuk evakuasi tsunami di Kota Padang.

Setelah gempa hebat berkekuatan 7,9 SR pada kedalaman 71 KM berlokasi 53 KM arah Barat Daya Pariaman Sumbar itu, ribuan warga ketika itu memang berlarian mengungsi ke lokasi ketinggian karena takut tsunami terutama bagi mereka yang berdomisili di sepanjang pantai.

Para warga yang dominan anak-anak, dan wanita itu terlihat memadati jalur lalu lintas tersebut untuk menuju lokasi ketinggian itu, baik dengan berjalan kaki, kendaraan roda dua maupun mobil.

Tak ayal lagi jalur lalu lintas yang hanya dua jalur itu tiba-tiba menjadi satu jalur utama saja ke arah Kampus Unand, hanya satu dua kendaraan saja yang menyelip menuju arah berlawanan itu pun dengan kesulitan.

Suasana sangat mencekam menjelang gelap, entah suara-suara raungan kendaraan, kalimat takbir, tangis serta suara memperingatkan air yang sudah semakin dekat, tidak peduli itu benar atau tidak.

Selain itu, debu dan kepulan asap dari tiga kebakaran akibat gempa itu, yakni Pasar Raya Padang, Pondok dan Pasar Gadang ikut membuat suasana makin mencekam dan juga hawa semakin panas.

Masyarakat panik, yang terpikirkan oleh mereka hanya bagaimana agar secepatnya sampai ke lokasi ketinggian itu.

Bagi yang memiliki kendaraan roda dua dan empat ada juga yang langsung memarkirnya di pinggir jalan dan trotoar dan setelah itu berjalan kaki ke arah yang sama.

Kaum ibu terlihat panik, mereka ada yang menggendong anak kecil dan bayi berlarian bersamaan dengan warga lainnya.

Dari arah Pasar Raya Padang, jalur lalu lintas itu juga harus melewati satu unit jembatan di Simpang Haru. Suasana semakin gelap.

"Ngeri sekali melewati jembatan itu, karena muatannya terlalu banyak jangan-jangan nanti ambruk," kata Vevi, warga yang ikut mengungsi tersebut.

Namun, mau tidak mau dirinya harus berhasil melewati jalan itu.

Alat komunikasi saat itu terputus sehingga tidak tahu harus menghubungi keluarga dan sanak saudara, jaringan listrik terputus sehingga hari gelap.

Di antara jalanan gelap itulah warga mencapai lokasi rumah dan pengungsiannya berbaur dengan masyarakat lain, suasana sangat panik terlihat jelas di wajah-wajah kuyu itu.

Kondisi itu situasi ketika terjadi gempa bumi Rabu (30/9) sore itu. Kini sudah hari keempat setelah gempa yang telah meluluhlantakkkan sebagian besar bangunan di daerah itu.

Memang telah usai, namun trauma masih dirasakan oleh masyarakat dan siapa saja yang ada ketika itu. Sandal dan sepatu di jalanan itu masih di tempatnya menjadi saksi bahwa pernah ada warga di sana yang sangat panik.

Ribuan tertimpa

Kini jumlah korban jiwa masih belum utuh terdata. Data terhimpun masih simpang siur, evakuasi belum selesai dilakukan.

Data sementara akibat gempa itu, korban meninggal sementara yang berhasil direkap yakni sebanyak seribu lebih jiwa meninggal, hilang 303 jiwa, luka berat sebanyak 323 jiwa, ringan 2370 jiwa.

Sementara itu terdata sedikitnya 21.732 unit rumah rusak berat, 9.572 rusak sedang dan 9.572 rusak ringan.

Berikutnya gempa yang terjadi juga membuat sarana pendidikan yakni sekolah rusak berat sebanyak 68 unit, rusak sedang 28 unit dan ringan 40 unit.

Kantor pemerintah juga banyak yang ambruk yakni sebanyak 70 unit, rusak sedang 23 unit, dan ringan sebanyak 33 unit. Kini pada sejumlah bangunan yang runtuh itu masih ada badan-badan manusia yang belum dievakuasi, bau menyengat sudah mulai menyengat hidung bagi yang berada di sekitarnya.

"Mungkin ada jasad yang tertimbun di reruntuhan ruko itu," kata Maidir warga asal Kuranji Padang, ketika melewati jalan Kampung Nias. Pada lokasi itu memang ada beberapa unit ruko yang tertimbun namun belum tersentuh aparat untuk dievakuasi.

"Kabarnya memang ada warga di dalamnya," katanya. Proses evakuasi kini memang masih terpusat pada beberapa titik tempat diduga banyak orang tertimbun yakni Hotel Ambacang dan lembaga kursus GAMA dan LIA serta Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Prayoga Padang.

Pada titik itu memang terdata puluhan warga masih di dalamnya. Sementara itu, pada lokasi lain yakni ruko yang ambruk dan ada satu dua warga di dalamnya sama sekali belum tersentuh evakuasi. Paling hanya keluarga korban yang berusaha dengan daya seadanya untuk mengevakuasi manual.

Relawan Asing Bantu

Tim relawan asing dari berbagai negara kini terlihat membantu evakuasi itu. Mereka berasal dari berbagai negara di antaranya, Jerman, Swedia, Turki, Jepang, Amerika kini berkeliaran membantu evakuasi itu. Mereka terlihat sangat terlatih.

Tidak ketinggalan relawan asal negeri ini dan aparat keamanan bahu membahu untuk mengevakuasi warga itu.

Relawan asing yang jumlahnya hampir mencapai ratusan orang itu terlihat tersebar pada sejumlah lokasi bangunan yang runtuh guna mengevakuasi warga yang masih terhimpit bangunan runtuh itu.

Mereka terlihat menerobos reruntuhan bangunan itu dan mencari para korban dengan menggunakan anjing pelacak, yakni di tempat banyak korban tertimbun massal seperti Hotel Ambacang.

Lembaga internasional itu antara lain berasal dari lembaga IOM, Hope Indonesia, JICA, AusAID Australia, UNFPA, HK Logistic, US Consul General Medan.

Selanjutnya, USAID, European Commision, Mahkota Medical Centre Hospital asal Malaysia, IHH Humanitarian AID Turkey, Church Word Service (CWS) dan UNOCHO.

Relawan asing itu kebanyakan fokus mencari korban gempa pada dua lokasi terparah di Sumbar, yakni Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman.

Di kedua lokasi tersebut masih terdapat ratusan korban yang tertimpa reruntuhan dari bangunan berlantai dua dan tiga yang belum dievakuasi.

Raungan sirine dan ambulance hampir tiap menit terdengar menjadi musik bagi warga yang masih trauma itu.

"Rasanya saya shock saja mendengar raungan sirine itu, karena saya masih trauma," kata Kartina Dahari, warga Palinggam. Namun dirinya hanya pasrah dan berharap kondisi ini segera membaik.

"Mudah-mudahan tidak ada gempa lagi, apalagi tsunami sehingga kami tidak perlu mengungsi lagi," katanya. (*)

Oleh Oleh Abna Hidayati
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009