Tangerang (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) berencana menghadirkan pakar Teknologi Informasi (TI) DR Wahyu Catur Wibowo dari Universitas Indonesia (UI) dalam sidang di PN Tangerang, Banten, Rabu (7/10) terkait kasus Prita Mulyasari (32).

"Kami akan menghadirkan pakar TI dari UI untuk didengar keterangannya dalam sidang Rabu," kata jaksa Riyadi SH dihubungi Selasa.

Dia mengatakan bahwa sudah mendapatkan konfirmasi tentang kehadiran dalam persidangan dari dosen Fakultas Ilmu Komputer UI itu terkait kasus Prita.

Sedangkan Prita Mulyasari merupakan terdakwa atas pencemaran nama baik terhadap manajemen RS Omni Internasional, Serpong, Tangerang.

Bahkan Prita pernah mendekam dipenjara selama 21 hari karena dituduh mencemarkan nama baik RS Omni setelah mengirimkan surat elektronika (e-mail) kepada rekannya berisikan keluhan akibat pelayanan tidak maksimal.

Demikian pula ibu dua anak yang masih balita itu dijerat pasal berlapis yakni pasal 27 ayat 3 Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi (ITE) dan 310 KUHP pencemaran nama baik dengan serta pasal 311 KUHP.

Dalam persidangan keempat, majelis hakim yang diketuai Arhur Hangewa SH dalam putusan sela membebaskan Prita, namun jaksa melakukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten dan akhirnya dikabulkan, maka sidang kembali dilanjutkan.

Menurut Riyadi bahwa ahli TI itu perlu didengar kesaksiannya karena akan memperjelas tentang siapa yang menyebarluarkan e-mail itu.

Selain Wahyu Catur Wibowo, jaksa juga akan menghadirkan saksi ahli yang merupakan tambahan yakni Roy Suryo, pakar TI dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Sidang kasus Prita akan digelar mulai pukul 09.00 WIB pada ruangan Prof oemar Senoadji SH yang merupakan tempat utama di PN Tangerang.

Namun sebelumnya, jaksa menghadirkan saksi ahli bahasa, Sriyanto dari Departemen Pendidikan Nasional sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dilakuakn penyidik Polda Metro Jaya.

Kritik dalam pengertian Bahasa Indonesia, kata alumnus Fakultas Sastra Indonesia Universitas Negeri 11 Maret, Solo, Jateng itu adalah berfungsi koreksi, namun perlu disampaikan secara santun.

Jika Kritik disampaikan secara tidak santun, menurut peneliti pada Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional, apalagi pihak yang dikritik tidak menerima, maka dianggap menyalahi.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009