Islamabad (ANTARA News/AFP) - Program Pangan Dunia (WFP) hari Rabu menyatakan akan meninjau kebijakan keamanannya dan melipatgandakan upaya melindungi stafnya di Pakistan setelah serangan bunuh diri mematikan terhadap kantor badan PBB itu di Islamabad pekan ini.

Serangan Taliban Pakistan terhadap kantor WFP pada Selasa menewaskan lima pekerja bantuan, termasuk srorang warganegara Irak, yang membuat seluruh kantor PBB di negara itu ditutup.

"Karena serangan ini dan ancaman baru ini, kami akan mengambil sejumlah tindakan untuk melipatgandakan upaya keamanan kami," kata direktur eksekutif WFP Josette Sheeran pada jumpa pers di Islamabad.

Ia menyatakan, "Tindakan-tindakan ini juga mencakup peninjauan menyeluruh atas segala pengaturan keamanan kami dan melipatgandakan jumlah tim penanganan keamanan profesional WFP."

Sheeran menambahkan, perlindungan staf WFP merupakan hal paling penting dan "kami mengatur sistem kami untuk melindungi staf kami".

Sebuah tayangan video yang dikeluarkan setelah serangan itu menunjukkan seorang pria yang memakai seragam militer menerobos penjagaan keamanan ketat dan meledakkan bom di kantor WFP.

Azam Tariq, seorang jurubicara kelompok Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu dan berjanji melakukan serangan mematikan lebih lanjut terhadap sasaran-sasaran asing dan lokal.

Sheeran mengesampingkan penarikan staf WFP dari Pakistan setelah serangan tersebut dengan mengatakan, hal itu tidak dipertimbangkan.

Serangan terhadap badan kemanusiaan itu telah menyulut amarah dunia dan membuat PBB menutup kantor-kantornya di berbagai penjuru Pakistan.

Militan Taliban yang berpangkalan di Waziristan Utara dan Selatan dituduh bertanggung jawab atas serangkaian serangan dan pemboman bunuh diri yang menewaskan lebih dari 2.140 orang di Pakistan dalam dua tahun terakhir.

Pasukan Pakistan mengklaim sejumlah kemenangan militer atas Taliban tahun ini, namun serangan-serangan terus berlangsung, sebagian besar di wilayah baratlaut.

Daerah suku Pakistan, khususnya Lembah Swat, dilanda konflik antara pasukan pemerintah dan militan Taliban dalam beberapa waktu terakhir ini.

Militer Pakistan meluncurkan ofensif setelah Taliban bergerak maju dari Swat ke Buner, ke arah selatan lagi menuju ibukota Pakistan, Islamabad, setelah Washington menyebut kelompok itu sebagai ancaman bagi keberadaan Pakistan, negara yang bersenjatakan nuklir.

Pakistan menyatakan, lebih dari 1.930 militan dan 170 personel keamanan tewas, namun jumlah kematian itu tidak bisa dikonfirmasi secara independen.

AS mendukung ofensif militer Pakistan terhadap Taliban di Lembah Swat dan daerah-daerah baratlaut sekitarnya, yang diluncurkan pada akhir April setelah serangan-serangan sebelumnya yang menterlantarkan 1,9 juta orang.

Ofensif militer diluncurkan di distrik-distrik Lower Dir pada 26 April, Buner pada 28 April dan Swat pada 8 Mei. Ofensif itu mendapat dukungan dari AS, yang menempatkan Pakistan pada pusat strateginya untuk memerangi Al-Qaeda.

Swat dulu merupakan daerah dengan pemandangan indah yang menjadi tempat tujuan wisata namun kemudian menjadi markas kelompok Taliban.

Perjanjian yang kontroversial antara pemerintah dan ulama garis keras pro-Taliban untuk memberlakukan hukum Islam di sebuah kawasan di Pakistan baratlaut yang berpenduduk tiga juta orang seharusnya mengakhiri pemberontakan Taliban yang telah berlangsung hampir dua tahun.

Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani mendesak rakyat Pakistan bersatu melawan kelompok ekstrim, yang menurutnya mengancam kedaulatan negara itu dan yang melanggar perjanjian perdamaian tersebut dengan melancarkan serangan-serangan.

Para pejabat PBB mengatakan, sekitar 2,4 juta orang mengungsi akibat pertempuran itu -- sebuah eksodus yang menurut kelompok-kelompok hak asasi merupakan perpindahan terbesar penduduk di Pakistan sejak negara itu terpisah dari India pada 1947.

Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas pemberontak terhadap pasukan internasional di Afghanistan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009