Jakarta (ANTARA News) - Politisi senior Partai Golkar Ginandjar Kartasasmita mengatakan, tugas utama Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum Partai Golkar baru adalah mempertajam agenda partai dan menghapus citra politik kotor yang melekat pada kader partai berlambang pohon beringin tersebut.

"Prioritas bagi Ical adalah mempertajam agenda-agenda Golkar, memperkuat idealisme dan militansi kader serta mengikis praktik penukaran suara dan posisi di partai dengan uang. Yang terakhir ini penyakit terberat di Golkar sekarang," kata Ginandjar yang dihubungi ANTARA News di Pekanbaru, Kamis.

Ginandjar mengakui, pada setiap penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada), pemilu legislatif, pemilihan presiden maupun Munas, para pejabat Golkar di daerah selalu bergelimangan dengan politik uang (money politics).

Kebiasaan tersebut harus bisa dihilangkan dan dibangun semangat baru bahwa aktivitas di Golkar bukan untuk mencari uang dengan cara kotor seperti itu.

"Ical (panggilan akrab Aburizal) harus bisa mengembalikan karakter Golkar yang melahirkannya, yaitu berkarya secara profesional untuk kejayaan bangsa dan kesejahteraan rakyat," tegasnya.

Di sisi lain, Aburizal Bakrie juga dihadapkan pada upaya menyatukan kembali perbedaan yang ada di Golkar. Ginandjar yakin, sebagai ketua umum Ical akan mampu melakukan konsolidasi di internal partai dengan baik mengingat sifatnya yang akomodatif.

"Dia akan mengakomodir setiap pandangan dan aliran di Golkar. Tetapi dia juga selalu berpegang pada prinsip," katanya.

Tentu yang ingin bergabung, harus menerima platform politik Ical terutama, soal pengabdian kepada bangsa dan negara dalam bentuk karya nyata dalam pembangunan. Jadi buat Golkar di bawah Ical oposisi bukan opsi. Maka mereka yang berada di kubu lain yang ingin bergabung harus menerima prinsip politik itu. Dalam partai sebagai organisasi politik, tidak boleh ada sikap mendua.

Masuk pemerintahan

Menurut mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini, prinsip Partai Golkar adalah bagaimana berkiprah dalam membangun bangsa. Kalau yang paling efektif berada dalam pemerintahan, maka itulah yang harus jadi pilihan politiknya.

Tetapi sebagai partai politik, menurut Ginandjar, tentu Golkar akan kritis, termasuk terhadap kader-kadernya sendiri. Kritis tidak berarti oposisi tetapi mengingatkan.

Dengan demikian, kehadiran Golkar akan membuat pemerintah stabil dan dinamis karena selalu antisipatif terhadap aspirasi rakyat. "Golkar beda dengan PDIP yang juga bergabung dengan Partai Demokrat belakangan. Keputusan Golkar itu diambil secara demokratis," katanya.

Ia mengatakan, pemilihan pimpinan Golkar kali ini bukan hanya soal perorangan tetapi prinsip politik. Pilihan antara berperan konstruktif atau oposisi terhadap pemerintah. Dan secara demokratis yang dipilih oleh Munas adalah opsi konstruktif.

Begitu pula dalam melihat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mendatang, Golkar harus memahami bahwa yang memperoleh mandat dari rakyat untuk memimpin pemerintahan adalah SBY.

Karena itu, urusan kabinet sepenuhnya adalah kewenangan dan prerogatif beliau. Golkar tidak perlu seperti partai-partai lain, baik yang sejak awal koalisi maupun yang bergabung kemudian, minta ini minta itu. Cara seperti itu bukan cuma tidak sesuai dengan kepatutan politik, tetapi juga tidak menyadari hakekat sistem presidensial.

"Saya kira Ical akan mendengarkan apa yang diharapkan SBY dari Golkar dan sesuai dengan itu akan menawarkan kadernya yang dianggap paling tepat. Koalisi juga tidak harus hanya di kabinet tetapi bisa juga di parlemen dan di daerah-daerah," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009