Jakarta, 12/10 (ANTARA) - Dalam upaya menurunkan laju degradasi hutan, menjaga dan mengembangkan kondisi hutan yang ada, serta untuk melindungi hutan yang ada, pemerintah Indonesia telah mengembangkan sistem jaminan legalitas kayu (Timber Legality Assurance System-TLAS). Pengembangan sistem ini terkait dengan tata kelola hutan, merupakan upaya penegakan hukum di bidang kehutanan dan sebagai langkah untuk mendorong perdagangan kayu legal. Pengembangan TLAS melibatkan berbagai pihak, melalui perumusan standar verifikasi legalitas kayu dan kerangka kerja kelembagaannya dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, kredibilitas dan keterwakilan. Sistem Jaminan legalitas ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Ijin atau pada Hutan Hak, serta Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. P.6/VI-Set/2009 tanggal 15 Juni 2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan verifikasi Legalitas Kayu. TLAS menunjukan bahwa dalam sistem demokrasi, pengelolaan hutan di Indonesia bersifat inklusif sekarang dan kedepan.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (BPK) Dr. Ir. Hadi Daryanto, D.E.A, yang hadir sebagai pembicara pada konferensi Legal & Certified & Forest Poducts in Asia Pacific yang diselenggarakan di Shanghai, China tanggal 8 dan 9 September 2009. Konferensi ini diikuti oleh lembaga pemerintah negara-negara Asia Pasifik, lembaga swadaya masyarakat (NGO), dan para pelaku usaha di bidang kehutanan. Konferensi dibuka oleh Mr. Qu Gulin, Director General Departement of International Cooperation, State Forestry Administration (SFA) of China, dan Mr. Son Bowman, Regional Environment Director, U.S. Agency for International Development, Regional Development Mission/Asia.

Latar belakang diselenggarakannya konferensi ini adalah adanya perubahan pandangan masyarakat dunia dalam beberapa tahun terakhir yang semakin mendukung pengelolaan hutan lestari dan perdagangan kayu legal. Hal ini terbukti dengan munculnya standar legalitas kayu di Indonesia, meningkatnya kepedulian di China mengenai perlunya penguatan di bidang regulasi sistem lacak balak, amandemen Lacey Act di Amerika Serikat, perkembangan proses VPA di Uni Eropa, dan munculnya regulasi due diligence.

Di sela-sela penyelenggaraan konferensi, dengan difasilitasi TNC, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan mengadakan pertemuan informal dengan pejabat SFA of China yang diwakili Mr. Su Ming, Deputy Director General International Forestry Cooperation Center. Dalam pertemuan tersebut, disepakati agar kerjasama memerangi illegal logging dan perdagangan kayu illegal dapat difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang lebih spesifik. Dirjen BPK menyampaikan bahwa upaya memerangi illegal logging dan pedagangan kayu illegal akan lebih positif apabila menggunakan kerangka 'promoting legal timber' karena didalamnya terkandung kegiatan pemberantasan illegal logging dan illegal trade. Indonesia juga mengusulkan pertukaran data dan informasi ekspor/ impor kayu maupun peraturan perundangan di bidang kehutanan; dan pembentukan expert working group (WG) untuk pembahasan kerjasama lebih detail. Hal tersebut berdasarkan pengalaman kerjasama bilateral dengan negara lain, bahwa working group dan focal point sangat bermanfaat dalam penyampaian pesan di forum-forum internasional. Terkait dengan pembentukan expert WG, Indonesia juga mengusulkan untuk mengundang TNC/RAFT sebagai fasilitator.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Masyhud, Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan


Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009